Skip to main content

Nasionalisme

Komunitas mahasiswa Indonesia di kampus saya bernama IndoJCUSnesia (JCUS stands for James Cook University Singapore), dan kami punya group di Facebook. Saya nggak aktif di group, juga di pergaulan antar sesama anggota grup ini di dunia nyata. Join group hanya supaya tahu aja kalau ada info-info penting.

Nah, lately mereka lagi heboh ngomongin… (apa lagi kalau bukan) Independence Day. Asal tau aja, banyak komunitas mahasiswa Indonesia di kampus-kampus di Singapore sini, dan pas 17-an ya mereka ngadain acara, mulai upacara bendera, sampai aneka lomba gitu.

Terus, KBRI di Singapore juga pasti ngadain acara lah ya. Udah dari beberapa hari lalu sih diumumin kalau bakal ada upacara bendera di KBRI, yang bakal dimulai jam 7 pagi (katanya bakal ada bazaar makanan Indonesia juga, tapi nggak tahu beneran ada apa nggak, secara bulan puasa kan), dan banyak yang bilang mau ikutan. Jujur aja saya pengen ikutan, karena kangen upacara bendera (mana dulu jadi pemimpin upacara selama 3 tahun lho di SMP! Wakakakak, satu-satunya pemimpin upacara cewek yang pernah ada di sekolah :p), tapi rasa rindu itu kontan memudar begitu tahu upacaranya dimulai jam 7. Jam 11 ada kuliah accounting pula… nggak jadi ikut upacara deh.

Tadi pagi, dalam bus menuju kampus, saya mikir: nggak ikut upacara bendera tujuhbelasan di negara orang, nggak membuat nasionalisme saya berkurang, kan? It doesn’t make me less-Indonesian, does it?


Nasionalismemu berkurang, atau malah tidak ada, jika kamu menyeberang jalan di negeri orang, bahkan sebelum green man menyala. Betapa malunya jika warga negara tersebut melihat dan bilang, “Pasti orang Indonesia tuh… nyebrang jalan seenak udelnya.”

Nasionalismemu berkurang, atau malah tidak ada, jika kamu kabur dari kuliah setelah tandatangan attendance, hanya dengan alasan kamu capek karena paginya ikut upacara di KBRI.

Nasionalismemu berkurang, atau malah tidak ada, jika kamu ikut upacara di KBRI cuma sekedar ikut-ikutan, biar eksis di grup, biar bisa ngecengin cewek-cewek Indonesia dari kampus lain yang kebetulan datang di upacara itu juga, biar bisa dapat leave of absence dari kampus karena kamu nggak suka mata kuliah hari itu, atau biar dapat makanan Indo gratis di sana.

Nasionalismemu berkurang, atau malah tidak ada, ketika kamu mengajari teman-temanmu yang berasal dari Korea, China, India, dan bangsa-bangsa lainnya, kata-kata makian dalam bahasa Indonesia.

Nasionalismemu berkurang, atau malah tidak ada, ketika kamu ikut-ikutan merendahkan – dan bukannya membela – bangsamu saat ada teman atau dosenmu – yang kebetulan bukan orang Indonesia – mengatakan hal yang buruk tentang Indonesia.

Nasionalismemu TIDAK AKAN berkurang, atau hilang, hanya karena kamu tidak ikut upacara, nggak pakai baju batik atau warna merah ketika foto bersama di kampus, nggak pasang foto bendera di display picture BBM atau twibbon merah putih di avatar Twitter, atau memilih tetap bekerja di luar negeri setelah kamu lulus, dan bukannya forgood ke Indonesia.

Nasionalisme tidak serendah itu.

Kamu bisa membuat bangsamu bangga, dengan melakukan hal-hal kecil, tapi berharga. Kamu bisa membuat bangsamu bangga, jika di negara orang kamu bisa merubah image bahwa orang Indonesia itu pemalas, koruptor, demennya gratisan, atau nggak tertib, dengan menunjukkan hal sebaliknya melalui perilakumu. Kamu bisa membuat bangsamu bangga, jika saat wisuda kamu naik podium sebagai lulusan terbaik, dan satu hall kampus bilang, “Eh, lulusan cum laudenya orang Indonesia tuh…”

Itulah nasionalismemu yang sebenarnya.

Selamat hari kemerdekaan ke-66, Indonesiaku. Semoga kami, putra-putrimu, benar-benar bisa memerdekakanmu juga dari korupsi, kekerasan pada umat beragama, kemiskinan, kelaparan, kemalasan, ketidakpedulian, dan kebodohan. God bless our nation!

Sincerely,


a less-not-Indonesian student overseas :)

Comments

Anonymous said…
Ehm, hai, Kak. Ini aku yg janji comment di blog Kakak. Akhirnya berhasil. Sebenarnya merasa bersalah jd silent readers. :(

Nasionalisme?
Sebenarnya aku nggak terlalu paham sama maksudnya, mungkin karena aku blm terlalu punya rasa nasionalisme. Krn masih SMA kali ya? Pikirannya masih banyak mainnya. Haha.

Kita nggak bakal kehilangan nasionalisme kalau nggak pakai batik. Yeah, you are right!!
Stephanie Zen said…
haiii!

aduh gpp, jangan merasa bersalah gitu, malah aku makasih kamu mau baca-baca. cuma, kalau dapat comment kan aku jadi bisa tau, yang blogwalking ke sini suka tulisannya ngga.. gitu :)

sebenernya nasionalisme nggak diukur dari umur juga sih. mau tau nggak, umur berapa aku merasa paling nasionalis? 8 tahun! waktu nonton ricky subagdja & rexy mainaky dapat medali emas di olimpiade atlanta, huehehe.

tapi, seiring bertambahnya umur, sebagian orang memang jadi bisa melihat nasionalisme dari sudut pandang yang lebih luas lagi sih.. bukan sekedar upacara bendera tiap senin aja :)

yah, intinya: jangan tanyakan apa yang negaramu bisa berikan buatmu. tanyakan apa yang kamu bisa berikan untuk negaramu, ok ok? ;)

Popular posts from this blog

Pindahan #2: Putus

Nggak, saya nggak putus. Lha mau putus sama siapa? Okay, selamat datang kembali di blog post series Pindahan! Buat yang belum baca part 1-nya, sila dibaca di sini ya, biar nggak bingung saya ngoceh tentang apa. Lanjuttt! Untuk pindahan kali ini, saya memutuskan nggak pakai jasa mover alias tukang jasa pindahan. Kenapa? Karena selain barang saya nggak banyak-banyak amat, pakai mover di sini juga lumayan mahal, bisa $70 - $100. Mending duitnya dipake buat beli baju baru . Nah, resiko nggak pakai mover adalah, saya harus mau pindahin barang saya sedikit demi sedikit dari rumah lama ke rumah baru. Rutinitas saya tiap pagi selama seminggu belakangan kira-kira begini: tiap pagi ke kantor bawa gembolan dua travel bag atau satu koper --> Dilihatin dan ditanyain sama orang-orang sekantor, "Wah, you're flying back home, ah?" --> I wish --> Kerja membanting tulang demi sepetak kamar sampai kira-kira jam 7 malam --> Gotong-gotong gembolan ke rumah baru. Asal ta

Ziklag

Beberapa hari yang lalu, saya lagi baca One Year Bible Plan, waktu roommate saya ingatin untuk bayar uang kost. FYI, we rent a unit of HDB (sebutan untuk rumah susun di Singapore) here, consists of three bedrooms, and one of those rooms has been vacant for a month. We’ve been trying our best in order to find a housemate, but still haven’t found one yet. Nah, berhubung saya dan roommate saya nyewa satu unit, konsekuensinya adalah kalau ada kamar yang kosong, kami yang harus nanggung pembayarannya. Haha, finding a housemate is frustating, and paying for a vacant room is even more! :p But then, we have no choice. Jadi, waktu roommate saya ingatin untuk bayar uang kost (karena memang udah waktunya bayar), I went downstair to withdraw money from ATM (di bawah rumah saya ada mesin ATM, lol!). Waktu habis ngambil uang, saya cek saldo, dan… langsung mengasihani diri sendiri, wkwk. Ironis sekali bagaimana sederet angka yang terpampang di monitor mesin ATM bisa mempengaruhi mood-mu, ya? :p N

5566

Tahu grup 5566 *a.k.a double-five double-six , five-five six-six , or u-u-liu-liu * nggak? Itu lhoo… yang dulu pernah main serial drama Asia yang judulnya My MVP Valentine . Yang personelnya Tony Sun , Rio Peng, Zax Wang, Jason Hsu , sama Sam Wang. Nah, kemarin saya bongkar-bongkar kamar , dan… voila! Ketemu VCD karaoke lagu-lagu mereka! Terus iseng gitu kan nyetel di laptop, ehh... taunya masih bagus ! Dan hebringnya lagi, saya masih hafal kata-katanya! Tau deh pronounciationnya bener apa nggak, sudah dua tahun saya nggak menyentuh bahasa Mandarin sih Ahh... jadi kangen masa-masa nonton My MVP Valentine dulu. Jaman saya cinta-cintaan sama si mantan yang mirip salah satu personel 5566