… especially when what you receive is not as what you expected.
Seperti yang terjadi pada saya hari Kamis lalu.
Hari Kamis itu, saya bangun dengan semangat, karena ada kemungkinan di hari itu saya akan menerima dua berita baik sekaligus.
Yang pertama, mengenai transferan royalti. Teman-teman sesama penulis GPU pasti paham, kenapa hari Kamis pertama di bulan Februari dan Agustus jadi begitu dinanti. Yup, karena itulah hari di mana jerih lelah dan penantian panjang (halah :p) kami terbayar (dalam arti kiasan dan sebenarnya, hehe).
Yang kedua, hari ini juga adalah hari pengumuman siapa saja 22 orang anggota paduan suara Willy, adik saya, yang akan dikirim mengikuti Rimini International Choral Competition di Rimini – Italia, bukan Oktober nanti. Our family have been praying for him since last year, dan dia sudah lolos seleksi dari 400 anggota menjadi 29 anggota, jadi kami cukup optimis dia juga bakal lolos dari 29 menjadi 22 besar itu.
But, reality bites.
Kekecewaan pertama terjadi pada saat saya lunch break di kampus. Saya iseng mengecek rekening bank saya melalui internet banking, just in case royalti sudah ditransfer. Begitu akun internet banking saya terbuka, saya tahu bahwa saldonya memang sudah bertambah, karena saya ingat saldo terakhir saya, tapi… kok nambahnya cuma segini?
Setengah cemas, setengah berharap, saya mengecek mutasi rekening, dan ternyata memang kredit yang masuk di rekening saya hari itu jumlahnya benar hanya segitu. Buat gambaran aja ya, yang saya terima hanya seperempat dari yang saya harapkan -_-
Kekecewaan, plus kecemasan, itu menyeruak tanpa ampun di dada saya. Saya protes dalam hati, karena saya benar-benar membutuhkan uang itu. Bukan untuk shopping atau have fun seperti dulu, tapi untuk bantu orangtua saya bayar biaya kuliah atau biaya hidup selama saya di Singapore sini. Kalau dulu, saat saya kerja di Indonesia, punya gaji tetap, dan nggak perlu keluar duit buat konsumsi-transportasi-akomodasi (keluar duitnya hanya buat rekreasi dan relaksasi, wekekek), dapat cuma segitu sih no problem. Tapi ini…
Terus saya nyadar… ya bener lah dapatnya cuma segini, wong tahun ini kan saya belum nerbitin buku lagi sama GPU, jadi ini pasti dapatnya dari “sisa” penjualan novel-novel yang udah lama terbit, kayak Dylan, Brondong Lover, Thalita, atau Badminton Freak. Ya emang bener dapatnya pasti nggak banyak. Tapi tetap aja ya… kecewa.
Kekecewaan kedua datang malam harinya. Adik saya mengirim SMS, “Pic (he calls me Apic), nggak lolos… :’(“
Tentu saja saya tahu dia nggak lolos apa. He didn’t make it into Rimini International Choral Competition this October :(
To be honest, sebenernya saya udah feeling dia nggak lolos ini dari minggu lalu, waktu dia bilang akan menghadapi seleksi akhir. Bukan karena nggak percaya sama kemampuan adik saya (helooo, dia udah bisa lolos dari 400 ke 29 besar, nggak mungkin dia nggak punya kemampuan, kan?) tapi karena… entahlah, belakangan saya sering aja gitu dapat feeling tentang sesuatu, dan feeling saya selalu tepat. Agak ngeri juga sih, sebenarnya :s
Yah, intinya, dalam sehari itu saya dua kali kecewa. Tapi saya bersyukur banget, bahwa sebelum saya membuka mulut untuk mengatakan apa pun, Roh Kudus mengingatkan saya akan ayat ini:
Dalam segala hal. Dalam SEGALA hal. DALAM SEGALA HAL.
Tuhan nggak suruh kita mengucap syukur hanya saat kita terima hal-hal menyenangkan dalam hidup kita. Dia nggak menyuruh kita mengucap syukur hanya saat kita terima royalti dalam jumlah besar, atau saat adik kita lolos kompetisi paduan suara internasional di Italia, atau saat kita dapat kerjaan bagus, cowok ganteng (eh?), atau berhasil masuk universitas yang kita cita-citakan sejak kita masih SD.
Diperjelas lagi deh… NIV Bible menerjemahkan ayat itu menjadi:
Circumstances = keadaan, situasi, perkara.
Tuhan menyuruh kita mengucap syukur bukan hanya atas segala “hal” yang kita terima, tapi juga dalam segala “situasi” yang kita alami. Menyenangkan, menyedihkan, mengecewakan, bikin marah, terluka… in EVERYTHING, give thanks!
"Tapi…," saya protes ke Tuhan, "itu nggak gampang, Tuhan."
And He did remind me of another verse, the verse that He keep reminds me over and over lately:
Dan saya mengerti.
Dia menghendaki kita mengucap syukur dalam segala hal, karena Dia tahu, Dia sudah menyiapkan rancangan damai sejahtera bagi kita. Kadang, Dia mengambil yang baik, atau tidak memberikan yang baik, supaya Dia dapat memberikan yang terbaik. God doesn’t play with our lives, EVERYTHING is in His plan. Dia memegang kendali, dan tidak satu pun hal terjadi tanpa seizin-Nya, atau tanpa Dia perduli.
Very comforting, isn’t it?
So yeah, I know it’s not easy, but I choose to stay thankful… and that’s what counts ;)
Seperti yang terjadi pada saya hari Kamis lalu.
Hari Kamis itu, saya bangun dengan semangat, karena ada kemungkinan di hari itu saya akan menerima dua berita baik sekaligus.
Yang pertama, mengenai transferan royalti. Teman-teman sesama penulis GPU pasti paham, kenapa hari Kamis pertama di bulan Februari dan Agustus jadi begitu dinanti. Yup, karena itulah hari di mana jerih lelah dan penantian panjang (halah :p) kami terbayar (dalam arti kiasan dan sebenarnya, hehe).
Yang kedua, hari ini juga adalah hari pengumuman siapa saja 22 orang anggota paduan suara Willy, adik saya, yang akan dikirim mengikuti Rimini International Choral Competition di Rimini – Italia, bukan Oktober nanti. Our family have been praying for him since last year, dan dia sudah lolos seleksi dari 400 anggota menjadi 29 anggota, jadi kami cukup optimis dia juga bakal lolos dari 29 menjadi 22 besar itu.
But, reality bites.
Kekecewaan pertama terjadi pada saat saya lunch break di kampus. Saya iseng mengecek rekening bank saya melalui internet banking, just in case royalti sudah ditransfer. Begitu akun internet banking saya terbuka, saya tahu bahwa saldonya memang sudah bertambah, karena saya ingat saldo terakhir saya, tapi… kok nambahnya cuma segini?
Setengah cemas, setengah berharap, saya mengecek mutasi rekening, dan ternyata memang kredit yang masuk di rekening saya hari itu jumlahnya benar hanya segitu. Buat gambaran aja ya, yang saya terima hanya seperempat dari yang saya harapkan -_-
Kekecewaan, plus kecemasan, itu menyeruak tanpa ampun di dada saya. Saya protes dalam hati, karena saya benar-benar membutuhkan uang itu. Bukan untuk shopping atau have fun seperti dulu, tapi untuk bantu orangtua saya bayar biaya kuliah atau biaya hidup selama saya di Singapore sini. Kalau dulu, saat saya kerja di Indonesia, punya gaji tetap, dan nggak perlu keluar duit buat konsumsi-transportasi-akomodasi (keluar duitnya hanya buat rekreasi dan relaksasi, wekekek), dapat cuma segitu sih no problem. Tapi ini…
Terus saya nyadar… ya bener lah dapatnya cuma segini, wong tahun ini kan saya belum nerbitin buku lagi sama GPU, jadi ini pasti dapatnya dari “sisa” penjualan novel-novel yang udah lama terbit, kayak Dylan, Brondong Lover, Thalita, atau Badminton Freak. Ya emang bener dapatnya pasti nggak banyak. Tapi tetap aja ya… kecewa.
Kekecewaan kedua datang malam harinya. Adik saya mengirim SMS, “Pic (he calls me Apic), nggak lolos… :’(“
Tentu saja saya tahu dia nggak lolos apa. He didn’t make it into Rimini International Choral Competition this October :(
To be honest, sebenernya saya udah feeling dia nggak lolos ini dari minggu lalu, waktu dia bilang akan menghadapi seleksi akhir. Bukan karena nggak percaya sama kemampuan adik saya (helooo, dia udah bisa lolos dari 400 ke 29 besar, nggak mungkin dia nggak punya kemampuan, kan?) tapi karena… entahlah, belakangan saya sering aja gitu dapat feeling tentang sesuatu, dan feeling saya selalu tepat. Agak ngeri juga sih, sebenarnya :s
Yah, intinya, dalam sehari itu saya dua kali kecewa. Tapi saya bersyukur banget, bahwa sebelum saya membuka mulut untuk mengatakan apa pun, Roh Kudus mengingatkan saya akan ayat ini:
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalonika 5:18)
Dalam segala hal. Dalam SEGALA hal. DALAM SEGALA HAL.
Tuhan nggak suruh kita mengucap syukur hanya saat kita terima hal-hal menyenangkan dalam hidup kita. Dia nggak menyuruh kita mengucap syukur hanya saat kita terima royalti dalam jumlah besar, atau saat adik kita lolos kompetisi paduan suara internasional di Italia, atau saat kita dapat kerjaan bagus, cowok ganteng (eh?), atau berhasil masuk universitas yang kita cita-citakan sejak kita masih SD.
Diperjelas lagi deh… NIV Bible menerjemahkan ayat itu menjadi:
Give thanks in all circumstances; for this is God's will for you in Christ Jesus. (1 Thessalonians 5:18)
Circumstances = keadaan, situasi, perkara.
Tuhan menyuruh kita mengucap syukur bukan hanya atas segala “hal” yang kita terima, tapi juga dalam segala “situasi” yang kita alami. Menyenangkan, menyedihkan, mengecewakan, bikin marah, terluka… in EVERYTHING, give thanks!
"Tapi…," saya protes ke Tuhan, "itu nggak gampang, Tuhan."
And He did remind me of another verse, the verse that He keep reminds me over and over lately:
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11)
Dan saya mengerti.
Dia menghendaki kita mengucap syukur dalam segala hal, karena Dia tahu, Dia sudah menyiapkan rancangan damai sejahtera bagi kita. Kadang, Dia mengambil yang baik, atau tidak memberikan yang baik, supaya Dia dapat memberikan yang terbaik. God doesn’t play with our lives, EVERYTHING is in His plan. Dia memegang kendali, dan tidak satu pun hal terjadi tanpa seizin-Nya, atau tanpa Dia perduli.
Very comforting, isn’t it?
So yeah, I know it’s not easy, but I choose to stay thankful… and that’s what counts ;)
Comments