Penulis: Clara Ng
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007
Harga: Rp 48.000,-
Empat saudara kembar dalam sebuah keluarga etnis Tionghoa: Siska, Indah, Rosi dan Vera. Keempatnya punya masalah sendiri-sendiri, dengan pergumulan hidup yang berbeda, tapi sama beratnya.
Siska yang pengusaha sukses, punya perusahaan sendiri di Singapura, dituduh melakukan pelecehan seksual pada rekan kerjanya.
Indah yang jatuh hati pada seorang Pastor. Tidak cuma jatuh hati, sebenarnya…
Rosi yang yakin bahwa dirinya sebenarnya adalah laki-laki, yang terjebak dalam tubuh perempuan. Dia tak merasa dirinya lesbi, karena jiwanya laki-laki normal, yang mencintai wanita.
Vera yang merasa tak berharga sebagai perempuan, karena rahimnya telah diangkat akibat kista ganas yang pernah dideritanya.
Tapi ketika Nung, ayah mereka, terkena stroke, mereka berempat harus kembali berkumpul di bawah satu atap, meninggalkan masalah masing-masing di belakang. Menghadapi masalah baru yang mungkin lebih berat: kembali berusaha menyesuaikan diri dengan saudara-saudara kembar mereka.
Plus:
· Buku ini menceritakan kehidupan keluarga keturunan Tionghoa, tapi sama sekali nggak ‘latah’ membahas soal isu-isu diskriminasi dan pribumi-nonpribumi yang biasanya melekat dengan novel-novel ‘sejenis’. Ceritanya benar-benar terarah pada kepribadian keempat tokohnya, serta masalah-masalah yang mereka hadapi. What a GREAT book!
· Aku kagum banget sama cara penulisnya membangun intrik, apalagi dengan empat tokoh utama di dalam ceritanya. Empat sudut pandang. Empat kehidupan yang berbeda. Tapi semuanya bisa dirasakan pembaca sebagai satu kesatuan yang utuh.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007
Harga: Rp 48.000,-
Empat saudara kembar dalam sebuah keluarga etnis Tionghoa: Siska, Indah, Rosi dan Vera. Keempatnya punya masalah sendiri-sendiri, dengan pergumulan hidup yang berbeda, tapi sama beratnya.
Siska yang pengusaha sukses, punya perusahaan sendiri di Singapura, dituduh melakukan pelecehan seksual pada rekan kerjanya.
Indah yang jatuh hati pada seorang Pastor. Tidak cuma jatuh hati, sebenarnya…
Rosi yang yakin bahwa dirinya sebenarnya adalah laki-laki, yang terjebak dalam tubuh perempuan. Dia tak merasa dirinya lesbi, karena jiwanya laki-laki normal, yang mencintai wanita.
Vera yang merasa tak berharga sebagai perempuan, karena rahimnya telah diangkat akibat kista ganas yang pernah dideritanya.
Tapi ketika Nung, ayah mereka, terkena stroke, mereka berempat harus kembali berkumpul di bawah satu atap, meninggalkan masalah masing-masing di belakang. Menghadapi masalah baru yang mungkin lebih berat: kembali berusaha menyesuaikan diri dengan saudara-saudara kembar mereka.
Plus:
· Buku ini menceritakan kehidupan keluarga keturunan Tionghoa, tapi sama sekali nggak ‘latah’ membahas soal isu-isu diskriminasi dan pribumi-nonpribumi yang biasanya melekat dengan novel-novel ‘sejenis’. Ceritanya benar-benar terarah pada kepribadian keempat tokohnya, serta masalah-masalah yang mereka hadapi. What a GREAT book!
· Aku kagum banget sama cara penulisnya membangun intrik, apalagi dengan empat tokoh utama di dalam ceritanya. Empat sudut pandang. Empat kehidupan yang berbeda. Tapi semuanya bisa dirasakan pembaca sebagai satu kesatuan yang utuh.
· Clara Ng bisa mengungkapkan dengan blak-blakan hal yang mungkin dianggap tabu untuk dibahas, tapi dengan cara yang ‘berkelas’. Seperti waktu Rosi bermasturbasi dengan guling, siapa yang tau ternyata dia bisa begitu ‘laki-laki’? Cara penceritaannya detail, tapi *sekali lagi* sama sekali nggak berkesan murahan atau menjijikkan.
· Satu pesan moral, bahwa seperti apapun kita terpencar ke penjuru-penjuru dunia, kita akan kembali pada akar kita: keluarga. Siska, Indah, Rosi dan Vera bisa saja punya kehidupan masing-masing, tapi saat ayah mereka sakit dan dinyatakan tak punya harapan hidup lagi, mereka meninggalkan hidup masing-masing dan kembali ke bawah satu atap, sebagai satu keluarga.
· Tradisi unik yang dianut keluarga ini: memakan dimsum di pagi hari pertama Imlek. Tradisi yang mungkin dianggap konyol orang, tapi justru menjadi kunci ceritanya, ide yang orisinal banget!
Minus:
· Err, yeah… apa yaa? Akhir-akhir ini aku sangat selektif dalam memilih buku yang akan kubaca soalnya, jadi kali ini BENER-BENER NGGAK ADA MINUSNYA! Hebat banget Clara Ng...
· Satu pesan moral, bahwa seperti apapun kita terpencar ke penjuru-penjuru dunia, kita akan kembali pada akar kita: keluarga. Siska, Indah, Rosi dan Vera bisa saja punya kehidupan masing-masing, tapi saat ayah mereka sakit dan dinyatakan tak punya harapan hidup lagi, mereka meninggalkan hidup masing-masing dan kembali ke bawah satu atap, sebagai satu keluarga.
· Tradisi unik yang dianut keluarga ini: memakan dimsum di pagi hari pertama Imlek. Tradisi yang mungkin dianggap konyol orang, tapi justru menjadi kunci ceritanya, ide yang orisinal banget!
Minus:
· Err, yeah… apa yaa? Akhir-akhir ini aku sangat selektif dalam memilih buku yang akan kubaca soalnya, jadi kali ini BENER-BENER NGGAK ADA MINUSNYA! Hebat banget Clara Ng...
Comments