Hari Sabtu lalu, as usual, saya datang di ibadah youth di gereja saya di sini, Gereja Oikos Singapore. Kemarin khotbahnya sangat bagus, tentang hal-hal yang dipakai iblis untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan di dunia ini: keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup (1 Yohanes 2 : 16), tapi yang mau saya bahas bukan itu.
The thing I want to emphasize on is this: sehabis khotbah, pendetanya pengen doain anak-anak muda yang ada di situ. Karena ibadah youth di sini nggak terlalu banyak orangnya (maksimal 30 orang), kami memang sering didoain one by one gitu.
Nah, perlu diinformasikan (huehehe) bahwa saya tumbuh di gereja yang cukup konservatif dan kaku (GKI – Gereja Kristen Indonesia), sementara di Oikos sini mereka cukup karismatik. Di GKI kamu nggak akan menemukan orang yang menyanyi sambil mengangkat tangan, nangis, atau berbahasa roh dalam doa, tapi di Oikos hal-hal tersebut sangat familiar. Hal lain yang asing bagi saya juga adalah altar call dan didoain one by one gitu (apalagi di sini anak-anak sering sampai lemas dan jatuh – bahasa Suroboyoannya nggeblak, wekekek – gitu kalau didoain), makanya beberapa kali ketika preachernya mau doain anak-anak youth, saya tetap duduk diam di kursi saya, lebih karena nggak biasa itu tadi, dan didoakan itu toh bersifat tawaran, siapa yang mau, jadi bukan wajib.
Kemarin pun saya tetap nempel sama kursi saya, dan berdoa sendiri dalam hati. But then, I felt an overwhelming urge to come to the altar. Jadi, saya maju, di saat tinggal segelintir dari teman-teman saya yang berdiri di sana.
Ketika akhirnya tiba giliran saya didoakan, pendetanya bilang (dalam bahasa Inggris, karena dia Singaporean, tapi saya terjemahin langsung aja ya di sini, biar gampang :p), “Tuhan bilang, ‘anak-Ku, kenapa kamu membawa beban yang begitu berat? Letakkanlah beban itu di kaki-Ku, karena Aku telah, dan akan, menanggung semua beban bagimu’.”
Saya kontan mengernyit. Tadinya saya berharap, ketika didoakan, saya akan dapat entah peneguhan atau kepastian penolakan tentang pergumulan yang sedang saya hadapi (yang belum bisa saya share di sini itu lho :p), tapi kok malah didoakannya tentang beban? Saya merasa nggak sedang memikul beban apa pun tuh. Plus, saya sudah sampai pada tahap di mana saya sudah menyerahkan SEMUA aspek dalam hidup saya di tangan Tuhan. Sudah penyerahan TOTAL, so I was pretty sure that I have no burden that I carry by myself.
Selama di bus dalam perjalanan pulang, saya masih terus kepikiran, tapi saya juga diingatkan oleh satu ayat yang dulu dibahas pendeta saya di Surabaya, Wahyu Pramudya, saat saya mendampingi camp katekisan remaja:
Supaya ayat ini bisa dimengerti, saya akan copy paste-kan juga sebuah cerita dalam Alkitab yang dibahas oleh Pak Wahyu saat itu ya. Some of you may never heard of this part :)
Hakim-Hakim 11 : 1 – 11
Yefta dan Gilead
11:1 Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead.
11:2 Juga isteri Gilead melahirkan anak-anak lelaki baginya. Setelah besar anak-anak isterinya ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain."
11:3 Maka larilah Yefta dari saudara-saudaranya itu dan diam di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia.
11:4 Beberapa waktu kemudian bani Amon berperang melawan orang Israel.
11:5 Dan ketika bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob.
11:6 Kata mereka kepada Yefta: "Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani Amon."
11:7 Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?"
11:8 Kemudian berkatalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Memang, kami datang kembali sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead."
11:9 Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: "Jadi, jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?"
11:10 Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Demi TUHAN yang mendengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu itu."
11:11 Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa.
Disambung ini nih:
Hakim-Hakim 11 : 29-40
Nazar Yefta
11:29 Lalu Roh TUHAN menghinggapi Yefta; ia berjalan melalui daerah Gilead dan daerah Manasye, kemudian melalui Mizpa di Gilead, dan dari Mizpa di Gilead ia berjalan terus ke daerah bani Amon.
11:30 Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku,
11:31 maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran."
11:32 Kemudian Yefta berjalan terus untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangannya.
11:33 Ia menimbulkan kekalahan yang amat besar di antara mereka, mulai dari Aroër sampai dekat Minit -- dua puluh kota banyaknya -- dan sampai ke Abel-Keramim, sehingga bani Amon itu ditundukkan di depan orang Israel.
11:34 Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan.
11:35 Demi dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: "Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur."
11:36 Tetapi jawabnya kepadanya: "Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, karena TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu."
11:37 Lagi katanya kepada ayahnya: "Hanya izinkanlah aku melakukan hal ini: berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku pergi mengembara ke pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku."
11:38 Jawab Yefta: "Pergilah," dan ia membiarkan dia pergi dua bulan lamanya. Maka pergilah gadis itu bersama-sama dengan teman-temannya menangisi kegadisannya di pegunungan.
11:39 Setelah lewat kedua bulan itu, kembalilah ia kepada ayahnya, dan ayahnya melakukan kepadanya apa yang telah dinazarkannya itu; jadi gadis itu tidak pernah kenal laki-laki. Dan telah menjadi adat di Israel,
11:40 bahwa dari tahun ke tahun anak-anak perempuan orang Israel selama empat hari setahun meratapi anak perempuan Yefta, orang Gilead itu.
Membaca kisah ini, pasti menimbulkan reaksi berbeda bagi tiap orang, tapi mayoritas pasti akan mengatai Yefta, “makanya kalau nazar (menjanjikan sesuatu pada Tuhan) jangan ceroboh dong!”
Tapi kita harus bisa melihat, mengapa Yefta bisa jadi seceroboh ini.
Pertama, dia anak perempuan sundal (pelacur), dan karena itu dia diusir oleh para saudara tirinya (anak-anak sah ayahnya) hingga ia terpaksa tinggal di tanah Tob, bersama para perampok. Masa lalu yang gelap, dan perasaan tidak diterima, PASTI menggoreskan luka di hati Yefta.
Kedua, ketika akhirnya bangsa Israel berperang melawan bani Amon, dan tua-tua Gilead datang pada Yefta untuk meminta bantuannya (karena pamor Yefta sebagai orang yang kuat, meski dia perampok, pasti sudah tersebar), ada pikiran semacam ini dalam otak Yefta, “Huh, dulu lo ngusir gue, sekarang giliran lo butuh, lo datang ke sini nyari gue!” (ay. 7)
Tapi, tanpa Yefta sadari, dia begitu ingin untuk bisa diterima kembali di antara bangsanya, menjadi kepala atas kaum yang dulu telah mengusirnya. Luka di masa lalu itu masih ada, dan kini ia ingin membuktikan, bahwa dia, Yefta si anak pelacur yang dulu ditolak itu, bisa berbalik menjadi pahlawan bagi bangsanya.
Karena perasaan ingin diterima itu begitu besar, tanpa sadar ia mengucapkan nazarnya di hadapan Tuhan, "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran." (ay. 30-31)
See, apa yang tidak dia sadari, mengarahkan dia untuk membuat keputusan yang pasti paling ia sesali seumur hidupnya. Apa artinya menjadi pemimpin atas kaum Gilead, seluruh luka hati masa lalu terbalaskan, mendapat penghormatan dan pengakuan, jika ia toh kehilangan putri tunggalnya?
Semua tindakan Yefta didorong oleh hal-hal yang tidak ia sadari.
Mengingat cerita ini, karena tidak ingin jadi seperti Yefta, saya berlutut di hadapan Tuhan dan berdoa. Saya minta dilepaskan dari hal-hal yang mungkin secara tidak saya sadari juga masih membebani saya. Hal-hal yang membuat saya mungkin ingin meraih sesuatu, membuktikan pada orang-orang (atau pada diri saya sendiri), dan sebagainya. Beban-beban yang, tanpa saya sadari, belum saya serahkan pada Tuhan.
Setelah mendoakan hal itu, saya jadi lebih tenang. Saya benar-benar, sekali lagi, sudah melakukan penyerahan total di tangan-Nya. And you know what? It brought me even a greater joy! :)
Casting all your care upon Him, for He cares for you. (1 Peter 5 : 7)
Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu. (Yesaya 46 : 4)
The thing I want to emphasize on is this: sehabis khotbah, pendetanya pengen doain anak-anak muda yang ada di situ. Karena ibadah youth di sini nggak terlalu banyak orangnya (maksimal 30 orang), kami memang sering didoain one by one gitu.
Nah, perlu diinformasikan (huehehe) bahwa saya tumbuh di gereja yang cukup konservatif dan kaku (GKI – Gereja Kristen Indonesia), sementara di Oikos sini mereka cukup karismatik. Di GKI kamu nggak akan menemukan orang yang menyanyi sambil mengangkat tangan, nangis, atau berbahasa roh dalam doa, tapi di Oikos hal-hal tersebut sangat familiar. Hal lain yang asing bagi saya juga adalah altar call dan didoain one by one gitu (apalagi di sini anak-anak sering sampai lemas dan jatuh – bahasa Suroboyoannya nggeblak, wekekek – gitu kalau didoain), makanya beberapa kali ketika preachernya mau doain anak-anak youth, saya tetap duduk diam di kursi saya, lebih karena nggak biasa itu tadi, dan didoakan itu toh bersifat tawaran, siapa yang mau, jadi bukan wajib.
Kemarin pun saya tetap nempel sama kursi saya, dan berdoa sendiri dalam hati. But then, I felt an overwhelming urge to come to the altar. Jadi, saya maju, di saat tinggal segelintir dari teman-teman saya yang berdiri di sana.
Ketika akhirnya tiba giliran saya didoakan, pendetanya bilang (dalam bahasa Inggris, karena dia Singaporean, tapi saya terjemahin langsung aja ya di sini, biar gampang :p), “Tuhan bilang, ‘anak-Ku, kenapa kamu membawa beban yang begitu berat? Letakkanlah beban itu di kaki-Ku, karena Aku telah, dan akan, menanggung semua beban bagimu’.”
Saya kontan mengernyit. Tadinya saya berharap, ketika didoakan, saya akan dapat entah peneguhan atau kepastian penolakan tentang pergumulan yang sedang saya hadapi (yang belum bisa saya share di sini itu lho :p), tapi kok malah didoakannya tentang beban? Saya merasa nggak sedang memikul beban apa pun tuh. Plus, saya sudah sampai pada tahap di mana saya sudah menyerahkan SEMUA aspek dalam hidup saya di tangan Tuhan. Sudah penyerahan TOTAL, so I was pretty sure that I have no burden that I carry by myself.
Selama di bus dalam perjalanan pulang, saya masih terus kepikiran, tapi saya juga diingatkan oleh satu ayat yang dulu dibahas pendeta saya di Surabaya, Wahyu Pramudya, saat saya mendampingi camp katekisan remaja:
Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. (Mazmur 19 : 13b)
Supaya ayat ini bisa dimengerti, saya akan copy paste-kan juga sebuah cerita dalam Alkitab yang dibahas oleh Pak Wahyu saat itu ya. Some of you may never heard of this part :)
Hakim-Hakim 11 : 1 – 11
Yefta dan Gilead
11:1 Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead.
11:2 Juga isteri Gilead melahirkan anak-anak lelaki baginya. Setelah besar anak-anak isterinya ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain."
11:3 Maka larilah Yefta dari saudara-saudaranya itu dan diam di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia.
11:4 Beberapa waktu kemudian bani Amon berperang melawan orang Israel.
11:5 Dan ketika bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob.
11:6 Kata mereka kepada Yefta: "Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani Amon."
11:7 Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?"
11:8 Kemudian berkatalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Memang, kami datang kembali sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead."
11:9 Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: "Jadi, jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?"
11:10 Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Demi TUHAN yang mendengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu itu."
11:11 Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa.
Disambung ini nih:
Hakim-Hakim 11 : 29-40
Nazar Yefta
11:29 Lalu Roh TUHAN menghinggapi Yefta; ia berjalan melalui daerah Gilead dan daerah Manasye, kemudian melalui Mizpa di Gilead, dan dari Mizpa di Gilead ia berjalan terus ke daerah bani Amon.
11:30 Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku,
11:31 maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran."
11:32 Kemudian Yefta berjalan terus untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangannya.
11:33 Ia menimbulkan kekalahan yang amat besar di antara mereka, mulai dari Aroër sampai dekat Minit -- dua puluh kota banyaknya -- dan sampai ke Abel-Keramim, sehingga bani Amon itu ditundukkan di depan orang Israel.
11:34 Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan.
11:35 Demi dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: "Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur."
11:36 Tetapi jawabnya kepadanya: "Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, karena TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu."
11:37 Lagi katanya kepada ayahnya: "Hanya izinkanlah aku melakukan hal ini: berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku pergi mengembara ke pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku."
11:38 Jawab Yefta: "Pergilah," dan ia membiarkan dia pergi dua bulan lamanya. Maka pergilah gadis itu bersama-sama dengan teman-temannya menangisi kegadisannya di pegunungan.
11:39 Setelah lewat kedua bulan itu, kembalilah ia kepada ayahnya, dan ayahnya melakukan kepadanya apa yang telah dinazarkannya itu; jadi gadis itu tidak pernah kenal laki-laki. Dan telah menjadi adat di Israel,
11:40 bahwa dari tahun ke tahun anak-anak perempuan orang Israel selama empat hari setahun meratapi anak perempuan Yefta, orang Gilead itu.
Membaca kisah ini, pasti menimbulkan reaksi berbeda bagi tiap orang, tapi mayoritas pasti akan mengatai Yefta, “makanya kalau nazar (menjanjikan sesuatu pada Tuhan) jangan ceroboh dong!”
Tapi kita harus bisa melihat, mengapa Yefta bisa jadi seceroboh ini.
Pertama, dia anak perempuan sundal (pelacur), dan karena itu dia diusir oleh para saudara tirinya (anak-anak sah ayahnya) hingga ia terpaksa tinggal di tanah Tob, bersama para perampok. Masa lalu yang gelap, dan perasaan tidak diterima, PASTI menggoreskan luka di hati Yefta.
Kedua, ketika akhirnya bangsa Israel berperang melawan bani Amon, dan tua-tua Gilead datang pada Yefta untuk meminta bantuannya (karena pamor Yefta sebagai orang yang kuat, meski dia perampok, pasti sudah tersebar), ada pikiran semacam ini dalam otak Yefta, “Huh, dulu lo ngusir gue, sekarang giliran lo butuh, lo datang ke sini nyari gue!” (ay. 7)
Tapi, tanpa Yefta sadari, dia begitu ingin untuk bisa diterima kembali di antara bangsanya, menjadi kepala atas kaum yang dulu telah mengusirnya. Luka di masa lalu itu masih ada, dan kini ia ingin membuktikan, bahwa dia, Yefta si anak pelacur yang dulu ditolak itu, bisa berbalik menjadi pahlawan bagi bangsanya.
Karena perasaan ingin diterima itu begitu besar, tanpa sadar ia mengucapkan nazarnya di hadapan Tuhan, "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran." (ay. 30-31)
See, apa yang tidak dia sadari, mengarahkan dia untuk membuat keputusan yang pasti paling ia sesali seumur hidupnya. Apa artinya menjadi pemimpin atas kaum Gilead, seluruh luka hati masa lalu terbalaskan, mendapat penghormatan dan pengakuan, jika ia toh kehilangan putri tunggalnya?
Semua tindakan Yefta didorong oleh hal-hal yang tidak ia sadari.
Mengingat cerita ini, karena tidak ingin jadi seperti Yefta, saya berlutut di hadapan Tuhan dan berdoa. Saya minta dilepaskan dari hal-hal yang mungkin secara tidak saya sadari juga masih membebani saya. Hal-hal yang membuat saya mungkin ingin meraih sesuatu, membuktikan pada orang-orang (atau pada diri saya sendiri), dan sebagainya. Beban-beban yang, tanpa saya sadari, belum saya serahkan pada Tuhan.
Setelah mendoakan hal itu, saya jadi lebih tenang. Saya benar-benar, sekali lagi, sudah melakukan penyerahan total di tangan-Nya. And you know what? It brought me even a greater joy! :)
Casting all your care upon Him, for He cares for you. (1 Peter 5 : 7)
Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu. (Yesaya 46 : 4)
Comments
Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. (Mazmur 19 : 13b
kerennnn.. never thought abt this before
thanks a lot pujiannya, so proud of you too! baru kali ini aku punya temen yang jago make-up hihihi
nah iya, waktu aku dampingi katekisan & pendetaku bahas ayat itu, i was fascinated too. nggak pernah nyadar ada ayat ini & betapa dalam maknanya. tapi ternyata FirTu itu memang hebat banget ya! semua-muanya deh komplit di situ :)