Pendeta saya, Wahyu Pramudya (I usually called him “Pak Wepe”) sedang di Singapore untuk mengikuti sebuah seminar, dan kemarin saya, sama Jeremy (salah satu jemaat GKI Ngagel yang sekarang juga tinggal di Singapore) janjian untuk ketemu sama Pak Wepe di Ya Kun Kaya Toast Raffles City.
Wepe menyebut acara ketemuan ini sebagai “mengunjungi dua dombanya yang sedang tersesat di Singapura” :))
Saya, karena ternyata kelar kuliah lebih cepat, sampai di Raffles City duluan. Dan karena perut sudah keroncongan (call this self-defense, but that was dinner time already :p) saya pun pesan duluan sebelum Pak Wepe dan Jeremy datang.
These are hot milo and hot kaya toast with butter who borught me back to life, after an exhausting day at campus *lebay*
Anyway, nggak lama setelah itu Pak Wepe datang, dan nggak lama setelahnya, Jeremy juga datang. Oya, Jeremy baru lulus S2 dari National University of Singapore, dan sekarang dia kerja di sebuah perusahaan konstruksi asing yang sedang ada proyek di daerah Sentosa, jadi dia datang langsung dari proyek.
Nah, dimulailah pembicaraan antara “gembala dan dua dombanya yang sedang tersesat” itu. Yah, obrolan nggak jauh-jauh dari kerjaan, kuliah, biaya hidup, dan sebagainya. Gaji fresh graduate di sini berapa, kalau master berapa, biaya hidup (kalau ngirit dan kalau mau senang-senang dikit) berapa, dsb, dst, dll.
Well, Pak Wepe sudah tahu bahwa setelah lulus S1 di sini, saya akan pulang untuk – meniru kata-katanya pada Jeremy – “menjalani kehidupan yang tidak akan pernah kamu bayangkan sebelumnya”, hahaha. Sori ya, masih belum bisa share di sini :) Someday, I promise.
Dan setelah obrolan mengenai gaji, peluang, biaya hidup, kesuksesan di masa muda dsb itu, jujur aja waktu di bus saat perjalanan pulang, saya rada kepikiran. Geez, Singapore menjanjikan sangaaaat banyak hal dan peluang bagi anak-anak muda seusia saya. Persaingan jelas ada, tapi ini adalah negara di mana kamu sangat bisa mengejar mimpimu. Kamu muda, berbakat, bersemangat, berpendidikan, ingin sukses… di sini tempatnya!
Not to mention that this thought has been crossing my mind quite often, lately.
Orang-orang yang mengenal saya yang dulu, pasti tahu sekali bagaimana saya tipe planner yang sangat teliti dan penuh persiapan. Nggak ada yang namanya “blank” soal masa depan, all were well-prepared.
Well, since God showed me, who’s The Real Planner.
Hahaha.
But I was, and still, and always, grateful about that ;)
Back to topic. Intinya, diri saya yang dulu berusaha “keluar” lagi, berusaha mengambil kendali lagi, untuk memilih hidup seperti apa, masa depan seperti apa, yang saya inginkan.
Dan bukan mau sombong, rasanya saya mampu kok untuk mengejarnya.
Tapi, yang kita bicarakan di sini adalah masalah prioritas. Sebelum saya berangkat ke Singapore, dan kemarin waktu selesai ketemuan pun, Wepe bilang pada saya, “Pikir-pikirlah lagi dalam 1,5 tahun ini.”
I will.
Tapi sampai saat ini pun, pendirian saya masih belum berubah.
Dan tadi pagi saya mendapat ayat ini saat sedang Saat Teduh:
Oh well.
Tapi saya nggak mau mengulangi kesalahan yang sama, dengan berencana, berencana, berencana… tanpa melibatkan Tuhan.
Saya pengen dalam jalan apa pun nanti yang saya pilih, hidup saya tetap memuliakan dan menyenangkan hati Tuhan.
Nasehat yang sangat bagus dari seorang teman saya nih:
Amen!
BTW, kemarin Pak Wepe memotret saya dan Jeremy (dipikir-pikir lucu juga, harusnya kan dia yang dipotret ya? :p) dan meng-upload-nya di Facebook.
Terharuuuuuu!
God bless you, your ministry, and your family ya, Pak. Semoga bisa sering-sering mengunjungi dombamu yang sedang nyasar ke negeri orang ini, huehehe.
Wepe menyebut acara ketemuan ini sebagai “mengunjungi dua dombanya yang sedang tersesat di Singapura” :))
Saya, karena ternyata kelar kuliah lebih cepat, sampai di Raffles City duluan. Dan karena perut sudah keroncongan (call this self-defense, but that was dinner time already :p) saya pun pesan duluan sebelum Pak Wepe dan Jeremy datang.
These are hot milo and hot kaya toast with butter who borught me back to life, after an exhausting day at campus *lebay*
Anyway, nggak lama setelah itu Pak Wepe datang, dan nggak lama setelahnya, Jeremy juga datang. Oya, Jeremy baru lulus S2 dari National University of Singapore, dan sekarang dia kerja di sebuah perusahaan konstruksi asing yang sedang ada proyek di daerah Sentosa, jadi dia datang langsung dari proyek.
Nah, dimulailah pembicaraan antara “gembala dan dua dombanya yang sedang tersesat” itu. Yah, obrolan nggak jauh-jauh dari kerjaan, kuliah, biaya hidup, dan sebagainya. Gaji fresh graduate di sini berapa, kalau master berapa, biaya hidup (kalau ngirit dan kalau mau senang-senang dikit) berapa, dsb, dst, dll.
Well, Pak Wepe sudah tahu bahwa setelah lulus S1 di sini, saya akan pulang untuk – meniru kata-katanya pada Jeremy – “menjalani kehidupan yang tidak akan pernah kamu bayangkan sebelumnya”, hahaha. Sori ya, masih belum bisa share di sini :) Someday, I promise.
Dan setelah obrolan mengenai gaji, peluang, biaya hidup, kesuksesan di masa muda dsb itu, jujur aja waktu di bus saat perjalanan pulang, saya rada kepikiran. Geez, Singapore menjanjikan sangaaaat banyak hal dan peluang bagi anak-anak muda seusia saya. Persaingan jelas ada, tapi ini adalah negara di mana kamu sangat bisa mengejar mimpimu. Kamu muda, berbakat, bersemangat, berpendidikan, ingin sukses… di sini tempatnya!
Not to mention that this thought has been crossing my mind quite often, lately.
Orang-orang yang mengenal saya yang dulu, pasti tahu sekali bagaimana saya tipe planner yang sangat teliti dan penuh persiapan. Nggak ada yang namanya “blank” soal masa depan, all were well-prepared.
Well, since God showed me, who’s The Real Planner.
Hahaha.
But I was, and still, and always, grateful about that ;)
Back to topic. Intinya, diri saya yang dulu berusaha “keluar” lagi, berusaha mengambil kendali lagi, untuk memilih hidup seperti apa, masa depan seperti apa, yang saya inginkan.
Dan bukan mau sombong, rasanya saya mampu kok untuk mengejarnya.
Tapi, yang kita bicarakan di sini adalah masalah prioritas. Sebelum saya berangkat ke Singapore, dan kemarin waktu selesai ketemuan pun, Wepe bilang pada saya, “Pikir-pikirlah lagi dalam 1,5 tahun ini.”
I will.
Tapi sampai saat ini pun, pendirian saya masih belum berubah.
But what things were gain to me, these I have counted loss for Christ. Yet indeed I also count all things loss for the excellence of the knowledge of Christ Jesus my Lord, for whom I have suffered the loss of all things, and count them as rubbish, that I may gain Christ. (Philippians 3 : 7-8)
Dan tadi pagi saya mendapat ayat ini saat sedang Saat Teduh:
Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal. (2 Korintus 4 : 18)
Oh well.
Tapi saya nggak mau mengulangi kesalahan yang sama, dengan berencana, berencana, berencana… tanpa melibatkan Tuhan.
Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana. (Amsal 19 : 21)
Saya pengen dalam jalan apa pun nanti yang saya pilih, hidup saya tetap memuliakan dan menyenangkan hati Tuhan.
Nasehat yang sangat bagus dari seorang teman saya nih:
Keep praying, and God will show his way to you.
Amen!
BTW, kemarin Pak Wepe memotret saya dan Jeremy (dipikir-pikir lucu juga, harusnya kan dia yang dipotret ya? :p) dan meng-upload-nya di Facebook.
Terharuuuuuu!
God bless you, your ministry, and your family ya, Pak. Semoga bisa sering-sering mengunjungi dombamu yang sedang nyasar ke negeri orang ini, huehehe.
Comments
eh aku suka banget judul postingan ini Ci, toast and thought, bisa match gitu ya, hihi... *nulis-nulis sendiri, seneng-seneng sendiri*