I can say that it’s blessed abundantly!
Yah, harus dijelaskan dengan kata apalagi – selain diberkati dengan melimpah – kalau semua yang ada di sini sepertinya sudah dirancang dengan baik oleh tangan Tuhan sendiri? Mulai hal-hal besar, sampai hal-hal kecil, saya menemukan semuanya sudah disiapkan oleh Tuhan :)
Seperti yang pernah saya ceritakan di postingan Comfort Zone, ketika saya mau berangkat aja, ada teman yang mau bantu menguruskan tetek-bengek daftar kuliah (free of charge!), lalu mantan dosen saya mau mencarikan subject synopsis (daftar penting mengenai mata kuliah apa saja yang pernah saya ambil semasa D3, supaya saat ambil S1 saya tidak perlu mengulang basic subjects), dan roommate teman baik saya balik ke Indo, hingga saya bisa menggantikan tempatnya.
Ketika sampai di sini, saya mendapati tangan Tuhan bekerja dalam banyak hal juga. Contoh pertama: international students di sini, yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pertamanya (padahal itu adalah bahasa pengantar kuliah), wajib mengikuti kelas ELPP (English Language Preparatory Program). Lama kelas ELPP yang diambil bergantung pada kemampuan bahasa Inggris murid tsb. Ada yang enam bulan, empat bulan, dan dua bulan. Semakin jago bahasa Inggrisnya, semakin pendek jangka waktu kelas ELPP yang harus diambil. Dan… tentu saja, ELPP ini bayarnya nggak murah. Teman saya yang harus ikut dua bulan aja, bayarnya sekitar S$ 2.000 (S$1 sekitar Rp 7.000). Belum lagi biaya hidup selama masa ELPP tersebut, yang – of course – terus berjalan. Ditambah, otomatis dia nggak bisa ambil mata kuliah sebelum ELPP-nya selesai, berarti lama masa kuliahnya juga akan molor.
Dan guess what? I don’t need to take that ELPP class.
JCU (James Cook University, kampus saya) menganggap bahasa Inggris saya sudah memenuhi standar, karena sudah pernah mengikui course yang berbasis bahasa Inggris selama kurang lebih dua tahun (D3 saya saat di Indonesia menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar kuliah). Jadi ya, saya bisa langsung mulai kuliah! Hore!
Kedua: international students di sini, untuk mendapatkan student pass, harus menjalani medical check yang meliputi blood test dan X-ray test, dan harus wawancara dengan ICA (Immigration and Checkpoints Authority of Singapore). Biaya untuk medical check kurang lebih S$ 50-60, dan biaya ICA S$ 90. Ditotal-total, bisa S$ 150 sendiri. Belum bingungnya orang baru kalau harus ngurus itu semua. Tapi ternyata… kampus udah menguruskan semuanya, hingga kita nggak perlu cari klinik untuk medical check sendiri atau ke ICA sendiri, plus… semua biayanya sudah termasuk di international students’ fee yang sudah dibayar saat pendaftaran! Nggak perlu keluar duit lagi! Yay!
FYI, sebelum saya cerita makin jauh atau ada yang berpikir saya pelit, mungkin harus saya jelaskan dulu bahwa dana kuliah saya dan dana saya selama hidup di sini sangat terbatas. Ya, saya nggak kelaparan atau yang gimana, tapi tetap harus hidup berhemat, kalau mau bisa bertahan sampai lulus. Jadi, kalau bisa menghemat dalam sektor apa pun selama tinggal di Singapore sini, I would be really reaaaally happy :D
Ketiga: saya contoh orang yang paling parno berurusan dengan birokrasi. Apalagi kalau ada surat ini-itu yang ternyata masih harus dilengkapi saat mengurus izin atau dokumen tertentu, termasuk student pass. Waktu JCU mengadakan student reporting tanggal 20 lalu, banyak BANGET teman saya yang dokumen-dokumennya kurang. Ada yang nggak bawa ijazah or transkrip nilai asli dari pendidikan terakhirnya lah, ada yang kurang ini-itu lah, tapi punya saya… lengkap. Satu-satunya yang kurang cuma pas foto Singapore passport size (3,5 x 4,5 cm… yaeyalah, mana ada ukuran begini di Indo?), tapi itu pun di kampus ada mesin fotobox, yang saya bisa foto langsung jadi, kayak gini nih…
*ampun deh, muka gue -_-*
So, semua urusan pendaftaran dll… beres! Tapi tentu aja tangan Tuhan nggak berhenti bekerja di situ.
Keempat: saya musti banyak berhemat dalam hal makanan, karena harga makanan di Singapore nauzubile. Yah, kalau di hawker center (foodcourt) memang cukup murah (starts from S$ 3), tapi kalau udah di mall, bisa belasan sampai puluhan dolar! Di Indo sih saya bisa keluar-masuk Kafe Pisa, Duck King, Fish & Co, dll sekehendak hati – karena saya kerja, punya gaji, dan nggak ada pengeluaran untuk bayar rumah, transport, dsb – tapi di sini? Semua pengeluaran harus diperhitungkan.
Jadi, saya membatasi diri untuk hanya makan di luar sekali sehari, biasanya sih untuk lunch karena di jam itu pasti saya lagi di kampus, nggak mungkin juga pulang dan makan di rumah, kan? Dan sekali makan, saya juga batasi, maksimal S$ 5.
Untuk makanan dengan harga segitu, cukup banyak kok. Apalagi di kantin dan hawker dekat kampus. Nih beberapa di antaranya:
Prawn noodle, S$ 5.
Yong tau foo, S$ 4.
Fried kway teow, S$ 3.
Tapi selain makan di luar, tentu saya harus masak di rumah kalau ingin hemat, dan… Tuhan sudah siapkan pasar di dekat rumah saya! Serius, saya sekarang belanja seminggu sekali – umumnya sayur, tempe, buah-buahan – lalu masak sendiri! Ini contoh belanjaan saya:
Semua ini cuma S$ 5. Anyway, yang sebelah kanan itu tempe lho, di sini nggak dibungkus daun pisang, tapi semacam daun bundar lebar, lalu kertas cokelat gitu.
Dan saya jadi bisa masak…
Sop sayuran dan sosis.
Cap cay goreng.
Dan banyak banget masakan lainnya! Biasanya beli baso sapi, baso ikan, sosis, dan telur juga di supermarket, untuk pelengkap. Tapi asli, jadinya hemat banget! Dan harga buah di sini ternyata lebih murah dari di Indo, fufufu… Apel fuji cuma 80 cents per buah, jeruk sunkist navel malah cuma 40 cents. Yang lainnya saya belum ngecek sih, tapi kayaknya tetap lebih murah daripada di Indo.
Kelima: ketika HP notebook yang saya bawa dari Indo ternyata rada rewel di sini, Tuhan menyediakan kejutan baru… kampus ternyata memberikan laptop untuk semua new students! Bukan laptop abal-abal, tapi Dell Vostro core i3 dan Windows 7, lengkap dengan tasnya! Tadaaa…!
Gila, nggak percaya banget pas dapat (begini ini kalau orang nggak baca kontrak pendidikan dengan benar, jadi nggak tahu dia dapat fasilitas apa aja, jangan ditiru yaa..)! Dan tentu saja dengan sukacita tralala, saya langsung menggunakannya, termasuk untuk posting ini ;)
Keenam: beres urusan laptop, saya tahu ada yang kurang: printer! Bego juga ya, nggak kepikiran bawa printer dari Indo. Waktu saya hunting printer di Funan (pusat elektronik dan komputer di sini), waduh… pada mahal! Harga rata-rata di atas S$ 100 semua. Ada sih satu-dua yang harganya S$ 70, tapi tetap mahal, kan? (maklum, masih suka ngebandingin dengan harga di Indo, fufufu…) Saya berdoa deh, minta Tuhan tunjukkan jalan untuk dapat printer dengan harga terjangkau. Second juga nggak papa, asal masih bagus.
Then, saya ingat bahwa salah satu housemate (teman serumah) saya, namanya Dery, sudah mau lulus program master bulan Agustus ini, dan dia berencana balik Indo. Seems like he has a printer, dan ada kemungkinan… dia nggak akan membawanya pulang ke Indo.
So, I asked him this morning, and yes he has a printer, and yes, he won’t bring back that printer to Indo, and, surprisingly, he asked… “Lo mau printernya?”
Melongo, akhirnya saya bilang, “Eh jangan, gue beli aja…”
Dia bilang nggak, dia kasih aja.
See? Seeeeee? My God does provide!
Luar biasa, bagaimana Dia bekerja dan menyediakan segala yang saya butuhkan di sini, lewat tangan teman-teman, mantan dosen, kampus, housemate, mau pun orang-orang yang nggak saya kenal. I am amazed, Lord!
Satu prinsip yang selalu saya pegang di sini: whatever He wants us to do, He takes the responsibility for providing for it to be done. And he really does!
I’m still praying for one more thing: textbooks buat kuliah. FYI aja, di sini harga textbooks baru sangat mencekik leher. Untuk trimester ini saya ambil empat subject, dan harga textbook untuk tiap subject sekitar S$ 69, gila nggak tuh? Hitung aja 4 x S$ 69 x Rp 7.000 udah berapa? Itu untuk trimester ini aja lho… Dan sayang kan, buku-buku semahal itu hanya dipakai untuk empat bulan aja?
Tapi saya lagi berupaya untuk cari kakak tingkat yang sudah lulus subjects tersebut dan mau menjual textbooksnya. Kan lumayan, bisa dapat setengah harga. Besok juga saya mau coba cari di toko buku second di daerah Bras Basah sana. Doakan ya! ;)
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8 : 28)
Yah, harus dijelaskan dengan kata apalagi – selain diberkati dengan melimpah – kalau semua yang ada di sini sepertinya sudah dirancang dengan baik oleh tangan Tuhan sendiri? Mulai hal-hal besar, sampai hal-hal kecil, saya menemukan semuanya sudah disiapkan oleh Tuhan :)
Seperti yang pernah saya ceritakan di postingan Comfort Zone, ketika saya mau berangkat aja, ada teman yang mau bantu menguruskan tetek-bengek daftar kuliah (free of charge!), lalu mantan dosen saya mau mencarikan subject synopsis (daftar penting mengenai mata kuliah apa saja yang pernah saya ambil semasa D3, supaya saat ambil S1 saya tidak perlu mengulang basic subjects), dan roommate teman baik saya balik ke Indo, hingga saya bisa menggantikan tempatnya.
Ketika sampai di sini, saya mendapati tangan Tuhan bekerja dalam banyak hal juga. Contoh pertama: international students di sini, yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pertamanya (padahal itu adalah bahasa pengantar kuliah), wajib mengikuti kelas ELPP (English Language Preparatory Program). Lama kelas ELPP yang diambil bergantung pada kemampuan bahasa Inggris murid tsb. Ada yang enam bulan, empat bulan, dan dua bulan. Semakin jago bahasa Inggrisnya, semakin pendek jangka waktu kelas ELPP yang harus diambil. Dan… tentu saja, ELPP ini bayarnya nggak murah. Teman saya yang harus ikut dua bulan aja, bayarnya sekitar S$ 2.000 (S$1 sekitar Rp 7.000). Belum lagi biaya hidup selama masa ELPP tersebut, yang – of course – terus berjalan. Ditambah, otomatis dia nggak bisa ambil mata kuliah sebelum ELPP-nya selesai, berarti lama masa kuliahnya juga akan molor.
Dan guess what? I don’t need to take that ELPP class.
JCU (James Cook University, kampus saya) menganggap bahasa Inggris saya sudah memenuhi standar, karena sudah pernah mengikui course yang berbasis bahasa Inggris selama kurang lebih dua tahun (D3 saya saat di Indonesia menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar kuliah). Jadi ya, saya bisa langsung mulai kuliah! Hore!
Kedua: international students di sini, untuk mendapatkan student pass, harus menjalani medical check yang meliputi blood test dan X-ray test, dan harus wawancara dengan ICA (Immigration and Checkpoints Authority of Singapore). Biaya untuk medical check kurang lebih S$ 50-60, dan biaya ICA S$ 90. Ditotal-total, bisa S$ 150 sendiri. Belum bingungnya orang baru kalau harus ngurus itu semua. Tapi ternyata… kampus udah menguruskan semuanya, hingga kita nggak perlu cari klinik untuk medical check sendiri atau ke ICA sendiri, plus… semua biayanya sudah termasuk di international students’ fee yang sudah dibayar saat pendaftaran! Nggak perlu keluar duit lagi! Yay!
FYI, sebelum saya cerita makin jauh atau ada yang berpikir saya pelit, mungkin harus saya jelaskan dulu bahwa dana kuliah saya dan dana saya selama hidup di sini sangat terbatas. Ya, saya nggak kelaparan atau yang gimana, tapi tetap harus hidup berhemat, kalau mau bisa bertahan sampai lulus. Jadi, kalau bisa menghemat dalam sektor apa pun selama tinggal di Singapore sini, I would be really reaaaally happy :D
Ketiga: saya contoh orang yang paling parno berurusan dengan birokrasi. Apalagi kalau ada surat ini-itu yang ternyata masih harus dilengkapi saat mengurus izin atau dokumen tertentu, termasuk student pass. Waktu JCU mengadakan student reporting tanggal 20 lalu, banyak BANGET teman saya yang dokumen-dokumennya kurang. Ada yang nggak bawa ijazah or transkrip nilai asli dari pendidikan terakhirnya lah, ada yang kurang ini-itu lah, tapi punya saya… lengkap. Satu-satunya yang kurang cuma pas foto Singapore passport size (3,5 x 4,5 cm… yaeyalah, mana ada ukuran begini di Indo?), tapi itu pun di kampus ada mesin fotobox, yang saya bisa foto langsung jadi, kayak gini nih…
*ampun deh, muka gue -_-*
So, semua urusan pendaftaran dll… beres! Tapi tentu aja tangan Tuhan nggak berhenti bekerja di situ.
Keempat: saya musti banyak berhemat dalam hal makanan, karena harga makanan di Singapore nauzubile. Yah, kalau di hawker center (foodcourt) memang cukup murah (starts from S$ 3), tapi kalau udah di mall, bisa belasan sampai puluhan dolar! Di Indo sih saya bisa keluar-masuk Kafe Pisa, Duck King, Fish & Co, dll sekehendak hati – karena saya kerja, punya gaji, dan nggak ada pengeluaran untuk bayar rumah, transport, dsb – tapi di sini? Semua pengeluaran harus diperhitungkan.
Jadi, saya membatasi diri untuk hanya makan di luar sekali sehari, biasanya sih untuk lunch karena di jam itu pasti saya lagi di kampus, nggak mungkin juga pulang dan makan di rumah, kan? Dan sekali makan, saya juga batasi, maksimal S$ 5.
Untuk makanan dengan harga segitu, cukup banyak kok. Apalagi di kantin dan hawker dekat kampus. Nih beberapa di antaranya:
Prawn noodle, S$ 5.
Yong tau foo, S$ 4.
Fried kway teow, S$ 3.
Tapi selain makan di luar, tentu saya harus masak di rumah kalau ingin hemat, dan… Tuhan sudah siapkan pasar di dekat rumah saya! Serius, saya sekarang belanja seminggu sekali – umumnya sayur, tempe, buah-buahan – lalu masak sendiri! Ini contoh belanjaan saya:
Semua ini cuma S$ 5. Anyway, yang sebelah kanan itu tempe lho, di sini nggak dibungkus daun pisang, tapi semacam daun bundar lebar, lalu kertas cokelat gitu.
Dan saya jadi bisa masak…
Sop sayuran dan sosis.
Cap cay goreng.
Dan banyak banget masakan lainnya! Biasanya beli baso sapi, baso ikan, sosis, dan telur juga di supermarket, untuk pelengkap. Tapi asli, jadinya hemat banget! Dan harga buah di sini ternyata lebih murah dari di Indo, fufufu… Apel fuji cuma 80 cents per buah, jeruk sunkist navel malah cuma 40 cents. Yang lainnya saya belum ngecek sih, tapi kayaknya tetap lebih murah daripada di Indo.
Kelima: ketika HP notebook yang saya bawa dari Indo ternyata rada rewel di sini, Tuhan menyediakan kejutan baru… kampus ternyata memberikan laptop untuk semua new students! Bukan laptop abal-abal, tapi Dell Vostro core i3 dan Windows 7, lengkap dengan tasnya! Tadaaa…!
Gila, nggak percaya banget pas dapat (begini ini kalau orang nggak baca kontrak pendidikan dengan benar, jadi nggak tahu dia dapat fasilitas apa aja, jangan ditiru yaa..)! Dan tentu saja dengan sukacita tralala, saya langsung menggunakannya, termasuk untuk posting ini ;)
Keenam: beres urusan laptop, saya tahu ada yang kurang: printer! Bego juga ya, nggak kepikiran bawa printer dari Indo. Waktu saya hunting printer di Funan (pusat elektronik dan komputer di sini), waduh… pada mahal! Harga rata-rata di atas S$ 100 semua. Ada sih satu-dua yang harganya S$ 70, tapi tetap mahal, kan? (maklum, masih suka ngebandingin dengan harga di Indo, fufufu…) Saya berdoa deh, minta Tuhan tunjukkan jalan untuk dapat printer dengan harga terjangkau. Second juga nggak papa, asal masih bagus.
Then, saya ingat bahwa salah satu housemate (teman serumah) saya, namanya Dery, sudah mau lulus program master bulan Agustus ini, dan dia berencana balik Indo. Seems like he has a printer, dan ada kemungkinan… dia nggak akan membawanya pulang ke Indo.
So, I asked him this morning, and yes he has a printer, and yes, he won’t bring back that printer to Indo, and, surprisingly, he asked… “Lo mau printernya?”
Melongo, akhirnya saya bilang, “Eh jangan, gue beli aja…”
Dia bilang nggak, dia kasih aja.
See? Seeeeee? My God does provide!
Luar biasa, bagaimana Dia bekerja dan menyediakan segala yang saya butuhkan di sini, lewat tangan teman-teman, mantan dosen, kampus, housemate, mau pun orang-orang yang nggak saya kenal. I am amazed, Lord!
Satu prinsip yang selalu saya pegang di sini: whatever He wants us to do, He takes the responsibility for providing for it to be done. And he really does!
I’m still praying for one more thing: textbooks buat kuliah. FYI aja, di sini harga textbooks baru sangat mencekik leher. Untuk trimester ini saya ambil empat subject, dan harga textbook untuk tiap subject sekitar S$ 69, gila nggak tuh? Hitung aja 4 x S$ 69 x Rp 7.000 udah berapa? Itu untuk trimester ini aja lho… Dan sayang kan, buku-buku semahal itu hanya dipakai untuk empat bulan aja?
Tapi saya lagi berupaya untuk cari kakak tingkat yang sudah lulus subjects tersebut dan mau menjual textbooksnya. Kan lumayan, bisa dapat setengah harga. Besok juga saya mau coba cari di toko buku second di daerah Bras Basah sana. Doakan ya! ;)
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8 : 28)
Comments
Enjoy your #LifeInSingapore kakak :D
thank you kakaaak, kutunggu kedatanganmu juni 2012 untuk menonton singapore open huehehe
Yang bagian hemat, wkwkkwkk setuju banget. Udah berasa dari pas chat kapan itu ya steph :p
iya Ci, dan karena Dia udah sediakan, pergunakannya pun harus bijaksana ya, nggak boleh boros-boros kayak dulu lagi hehehe
Semangat Kak Step!
Salam kenal, Sefty.
btw menghela napasnya kenapa? :p
betul ci, Dia selalu provide dan pertolongan-Nya nggak pernah terlambat ya :)
thanks for blogwalking. sering-sering mampir ya ci v(^o^)v