Skip to main content

Give Thanks!

Kemarin, waktu lagi cari bahan buat church bulletin (saya ikut pelayanan church bulletin di gereja saya di sini), saya menemukan christian cartoon ini:


Dan langsung merasa… *PLAAAAAK*

Bukankah kita sering kali mengomel dan menggerutu, kenapa nggak punya ini, kenapa nggak punya itu, kenapa begini, kenapa begitu. Mungkin sebagian dari kita (saya juga masih sih *sigh*) punya banyak keluhan:

  • “Ngapain saya bersyukur, sampai sekarang saya belum dapat pasangan hidup!”
  • “Ngapain saya bersyukur, ekonomi keluarga saya masih susah sampai sekarang, harus hidup super irit!”
  • “Ngapain saya bersyukur, penyakit saya dari bertahun-tahun lalu belum juga sembuh!”
  • …dsb, dll, dkk, dst.

Kita memilih hidup dalam zona “selalu ada yang bisa kita keluhkan” padahal kita bisa tinggal dalam zona “selalu ada yang bisa kita syukuri.”

Kita memilih melihat ke atas dan menghitung apa yang tidak kita punya, ketimbang melongok ke bawah dan menghitung seberapa banyak berkat yang telah kita terima.

You’re not alone. Saya pun seringkali merasa seperti itu. Itu hal yang manusiawi, tapi bukan hal yang baik, jika kita memutuskan untuk terus berkubang di dalamnya. Tidak bersyukur adalah akar gerutuan, yang lama-kelamaan akan jadi iri hati, dan Alkitab bilang…

Di mana ada iri hati … di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. (Yakobus 3 : 16)

Dari hal yang kecil, akan jadi hal yang besar. Seperti api kecil yang bisa menimbulkan kebakaran hutan yang dahsyat jika tidak langsung dipadamkan saat nyalanya masih kecil.

Lately, God has taught me a lot in this area. Right after I complain about something, He showed me a worse case happened unto someone, and I realized… how blessed I am. Ketika saya mengeluhkan hal sepele tentang orangtua saya, Tuhan mengingatkan akan anak-anak yang tidak memiliki orangtua, dan kontan saya tutup mulut. Ketika saya mengeluhkan tugas kuliah yang banyaknya naujubile, Tuhan mengingatkan saya akan mereka yang begitu ingin bisa kuliah tapi tak ada biaya, dan saya terdiam. Ketika saya mengeluhkan rumah yang berantakan, Tuhan mengingatkan saya akan mereka yang terpaksa tidur di kolong jembatan atau emperan jalan hanya dengan beralaskan kardus, dan saya tersadar…betapa diberkatinya saya karena masih memiliki rumah untuk berteduh.

Kemarin, seperti kebiasaan rutin di minggu pertama, gereja saya mengadakan komsel gabungan. Cuma yang nggak biasa, kemarin kita fokus pada give thanks atas semua yang sudah Tuhan lakukan dalam hidup kita di tahun 2011 ini. Setiap orang dipanggil maju satu-persatu ke depan untuk menceritakan berkat dan penyertaan yang sudah mereka terima dari Tuhan sepanjang tahun ini, dan mengucap syukur atasnya.

Teman-teman saya maju satu-persatu, menceritakan pergumulan mereka dalam mencari kerja, mendapatkan work permit, mendoakan anggota keluarga yang belum percaya, memilih meninggalkan zona nyaman untuk kuliah lagi padahal sebelumnya sudah punya pekerjaan yang oke, kehilangan anggota keluarga yang disayangi, dan banyak lagi.

Waktu itulah saya sadar… setiap orang mempunyai salibnya sendiri, sama seperti setiap orang memiliki berkatnya sendiri. Tidak ada seorang pun yang tidak mempunyai salib atau tidak diberkati. Bagaimana cara kita memandang hal itu lah yang menentukan sikap kita dalam menghadapinya.

Sama seperti dalam perumpamaan seorang tuan yang mempercayakan lima, dua, dan satu talenta kepada hamba-hambanya (Matius 25 : 14-30), Tuhan memberikan salib dan berkat kita pun menurut kesanggupan kita.

Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. (Matius 25 : 15)

Mereka yang diberi Tuhan lima talenta, pada akhirnya tentu harus memberi pertanggungjawaban lebih dibanding mereka yang “hanya” diberi dua talenta. Dalam perumpamaan talenta itu, sang tuan tidak marah kepada hamba yang diberi dua talenta dan “hanya” menghasilkan dua talenta. Ia tidak membandingkannya dengan sang hamba yang menghasilkan lima talenta, karena ia tahu, hamba tersebut sudah mengusahakan semua talenta yang diberikan kepadanya dengan semaksimal mungkin, dan itulah yang terpenting.

Pagi ini mama saya cerita bahwa mobilnya tadi pagi mogok, padahal beliau harus memimpin persekutuan doa pagi di gereja. Jengkel karena akhirnya mobilnya tetap nggak mau nyala meski sudah distarter berulang-ulang, Mama akhirnya memutuskan untuk ke gereja dengan naik taksi.

Sekembali dari gereja, Mama telepon montir langganan kami agar datang ke rumah dan mengecek kondisi mobil. Setelah dicek, montirnya bilang, “Bu, aki mobilnya bermasalah. Untung tadi pagi mobilnya nggak mau nyala dan nggak Ibu paksa bawa, kalau nggak pasti meledak di tengah jalan dan terbakar.”

Waktu membaca SMS Mama, saya gemetar, dan langsung berlutut untuk berdoa. Saya yakin sekali, Tuhan sendirilah yang melindungi Mama dengan nggak membiarkan mobilnya menyala tadi pagi. Saya nggak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tadi pagi mesin mobil tetap mau menyala, dan Mama menyetir mobil itu ke gereja... Dan saya bersyukur Tuhan membuat mobil itu ngadat tadi pagi.

Kadang, kita menggerutu akan kondisi “mobil yang nggak mau menyala”, padahal Tuhan mengizinkan itu terjadi semata untuk melindungi kita dari situasi yang lebih buruk. So yes, He does mean it when He inspired Paul to write the letter to the Thessalonians:

Give thanks in all circumstances. (1 Thessalonians 5 : 18 NIV)

The truth is, God knows the future, while we don’t. So, count your blessings, and start to give thanks to Him… in ALL circumstances.

And let this question remind you even more:

What if you wake up tomorrow and having only the things you are thankful for today?

God bless! :)

Comments

Anonymous said…
Really inspired me kak! Btw, i'm fan of your books :) God bless!
Stephanie Zen said…
hai Tarida, thanks ya. glad to share :) GBU too
Jude said…
May I share this? Nice to meet u ;)
Stephanie Zen said…
Hai Jude. Sure, silakan di-share :) nice to know you too, thanks ya udah mampir ke blog ini :D
Nice posting steph, aku sampai merinding. Yup, give thanks in any circumstences. Ketika kita bahagia, biarlah give thanks itu mengalir dari hati yang penuh sukacita. Tapi ketika kita nggak ngerti, biarlah tetap give thanks itu mengalir dari hati yang penuh iman
Stephanie Zen said…
ameeen, Ci!

btw aku suka kalimat Cici, "Ketika kita bahagia, biarlah give thanks itu mengalir dari hati yang penuh sukacita. Tapi ketika kita nggak ngerti, biarlah tetap give thanks itu mengalir dari hati yang penuh iman." so sweet! :')

Popular posts from this blog

5566

Tahu grup 5566 *a.k.a double-five double-six , five-five six-six , or u-u-liu-liu * nggak? Itu lhoo… yang dulu pernah main serial drama Asia yang judulnya My MVP Valentine . Yang personelnya Tony Sun , Rio Peng, Zax Wang, Jason Hsu , sama Sam Wang. Nah, kemarin saya bongkar-bongkar kamar , dan… voila! Ketemu VCD karaoke lagu-lagu mereka! Terus iseng gitu kan nyetel di laptop, ehh... taunya masih bagus ! Dan hebringnya lagi, saya masih hafal kata-katanya! Tau deh pronounciationnya bener apa nggak, sudah dua tahun saya nggak menyentuh bahasa Mandarin sih Ahh... jadi kangen masa-masa nonton My MVP Valentine dulu. Jaman saya cinta-cintaan sama si mantan yang mirip salah satu personel 5566

Saya = Manohara?

Kemarin senyam-senyum karena baca wall dari Titish ini: Hihihi.. walaupun ada kata "agak"-nya, tapi teteeep saya merasa tersanjung sekali lho udah dibilang mirip sama Manohara *asal ga mirip nasibnya aja * Anyway, inilah tampang Manohara, emang mirip saya ya.. Berarti, saya nggak boleh jalan-jalan ke Malaysia nih, apalagi ke wilayah Kelantan, kan bahaya kalau Tengku Fakhry ngeliat terus naksir saya.. PS: buat yang nggak tau Manohara itu siapa, baca koran deeeh

FTV Brondong Lover

Kemarin baru dapat update dari SinemArt, FTV yang diangkat dari novel saya, Brondong Lover, udah selesai shooting! Sekarang FTV itu lagi dalam proses editing, lalu setelah ini bakal ditawarkan ke statiun-stasiun TV. Dan JANGAN TANYA kapan dan di stasiun TV mana FTV itu bakal ditayangin, karena saya juga belum tau Untuk pemain di FTV itu sendiri, so far saya juga cuma tau dua pemeran utamanya. Nasha, si tokoh utama dalam Brondong Lover, diperankan Pevita Pearce . Pevita adalah cewek blasteran Banjarmasin-Inggris, yang sebelumnya pernah main bareng Richard Kevin dalam film Lost in Love. Saya suka Pevita, karena di imajinasi saya tokoh Nasha juga mirip-mirip Pevita gini sih. Dan dari segi umur juga Pevita sebaya Nasha (Pevita aslinya berumur 16 tahun, sementara Nasha di buku saya berusia 18, nggak jauh-jauh amat lah bedanya) Terus, pemeran Dave, si brondong nyolot adalah Kevin Julio . Lucunya, nama panjang Kevin Julio kan Kevin Julio Chandra, sementara nama lengkap Dave itu Reynaldo D