Akhir pekan tanggal 21 dan 22 Mei kemarin, gereja saya, GKI Ngagel mengirimkan rombongan ke Tosari, yang terletak kurang lebih 10 km dari puncak Gunung Bromo, untuk mengadakan KKR dan aksi sosial pengobatan gratis bagi warga di sana.
GKI Ngagel memang mempunyai komitmen untuk membantu kawasan Tosari ini. Bantuan yang pernah diberikan sebelumnya antara lain, pakaian seragam, alat tulis, dan sepatu, untuk murid-murid di SMP-SMA Kristen Baithani Tosari.
Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Tosari. Angin dingin kontan menusuk tulang begitu saya turun dari mobil di lapangan sekolah SMP-SMA Baithani Tosari, padahal saat itu tepat tengah hari. Nggak kebayang, gimana dinginnya malam hari, kalau tengah hari bolong pun sudah membuat menggigil seperti ini? Well, I guess I’ll find out later.
Kebetulan, saya nggak terlibat di kegiatan KKR pada sore harinya, jadi setelah sampai di penginapan, saya dan dua teman sekamar saya, Gloria dan Kak Lia, tidur siang. Kira-kira pukul tiga sore, kami terlonjak bangun karena mendengar ketukan di pintu. Guess what, it was Pak Frelly, salah satu panitia aksos. Dan apa yang diucapkan Pak Frelly setelah itu, benar-benar sukses membuat saya melek semelek-meleknya.
“Priskila (saya dipanggil dengan nama ini di gereja), nanti di KKR kamu jadi singer ya, soalnya singer yang dari gereja sini nggak bisa datang.”
WHAT?
Yah, as you know saja, di gereja sendiri pun, saya nggak pernah jadi singer, karena... *eng ing eng* saya nggak bisa baca not! Serius! Tiap latihan paduan suara, teman saya, Gloria, membacakan not untuk saya, dan yang saya lakukan hanya mangap-mangap mengikuti instruksinya, dan mencoba menghafalkan bunyi not itu di dalam kepala.
Jadi, menyuruh saya jadi singer, apalagi super dadakan begini, sama saja dengan menyuruh anak SMA yang biasanya trek-trekan di jalanan untuk mewakili Indonesia ikut kejuaraan MotoGP melawan Valentino Rossi dan Casey Stoner. Got the point?
Jujur, saya sempat parno sendiri. Kalau cuma diri sendiri yang malu sih biar lah ya, tapi ini di gereja lain, mewakili gereja saya, kalau saya mengecewakan kan berabe jadinya.. :s
Tapi, di tengah acara mandi yang menyiksa (karena airnya tak tertahankan dinginnya), saya berdoa dalam hati, “Ya Tuhan, tolong... saya nggak punya kemampuan, saya nggak bisa maju sendiri, tolong beri saya hikmat agar saya tidak mengecewakan, mampukan saya agar dapat menjadi berkat di tengah keterbatasan saya.”
Selesai mandi, saya cepat-cepat berangkat ke gereja Baithani. Thank God, saya nggak “maju perang” seorang diri, tapi ditemani Gloria.
Sampai di gereja, saya dan Gloria segera menemui Probo, yang bakal menjadi worship leader di KKR itu. Dapat satu bad news lagi, bahwa pemusiknya pada belum datang semua, dan saat latihan tadi pun semuanya masih saling lempar tanggung jawab, seperti “jangan aku yang main gitar, aku main organ saja”, dsb, dll, dst.
Di tengah segala ketidakpastian dan keparnoan, saya dan Gloria melihat slide lagu-lagu yang akan dinyanyikan saat KKR. Baguslah, sebagian besar lagu kami tahu, hanya dua-tiga yang kurang familiar, tapi bisa dilatih dalam waktu singkat.
Dan, walaupun dimulai dengan agak molor, ternyata pada akhirnya semua pemusik hadir dan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Ketika menyanyi pun, saya merasa sangat tergugah oleh cara menyanyi jemaat Baithani yang sangat semarak dan sepenuh hati, agak beda dengan budaya di gereja saya, di mana jemaatnya suka menyanyi dalam ketenangan. Tanpa sadar, saya pun menyanyi dengan sepenuh hati. Saya lupa akan semua persiapan yang tidak saya lakukan. Saya lupa akan ketakutan saya untuk tidak mampu tampil bagus. Saya lupa... bahwa saya tidak bisa membaca not!
Dua kesadaran ini menghampiri saya dengan begitu lembut:
Pertama, kadangkala kita memang harus benar-benar berserah penuh pada penyertaan Tuhan. Di saat semua hal yang bisa kita lakukan telah dilakukan, dan ternyata semua masih belum tentu berjalan dengan baik, berdoalah dan minta penyertaan Tuhan. Do your part, He, surely, will do His.
Kedua, jangan terburu-buru bilang “nggak bisa”, “nggak biasa”, atau apapun yang intinya penolakan, ketika diminta melakukan sesuatu untuk melayani Tuhan. Dalam banyak kasus, Tuhan tidak mencari orang yang MAMPU, Dia mencari orang yang MAU. Sebelum melakukan hal yang kau rasa tidak mampu, berdoalah dengan segala kerendahan hati, meminta hikmat dan pertolongan dari-Nya. Selama tujuanmu adalah sungguh untuk melayani Dia, dan menyenangkan hati-Nya, yakinlah Dia akan memampukanmu.
Beribu-ribu tahun yang lalu, Allah memakai seorang anak gembala untuk merobohkan seorang raksasa hanya dengan umban dan batu kali. Allah yang sama, juga akan menolongmu hari ini, untuk merobohkan segala ketakutan dan perasaan tidak mampumu.
Tuhan memberkati kita semua :)
PS: Inilah dua singer dadakan di Tosari :D
GKI Ngagel memang mempunyai komitmen untuk membantu kawasan Tosari ini. Bantuan yang pernah diberikan sebelumnya antara lain, pakaian seragam, alat tulis, dan sepatu, untuk murid-murid di SMP-SMA Kristen Baithani Tosari.
Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Tosari. Angin dingin kontan menusuk tulang begitu saya turun dari mobil di lapangan sekolah SMP-SMA Baithani Tosari, padahal saat itu tepat tengah hari. Nggak kebayang, gimana dinginnya malam hari, kalau tengah hari bolong pun sudah membuat menggigil seperti ini? Well, I guess I’ll find out later.
Kebetulan, saya nggak terlibat di kegiatan KKR pada sore harinya, jadi setelah sampai di penginapan, saya dan dua teman sekamar saya, Gloria dan Kak Lia, tidur siang. Kira-kira pukul tiga sore, kami terlonjak bangun karena mendengar ketukan di pintu. Guess what, it was Pak Frelly, salah satu panitia aksos. Dan apa yang diucapkan Pak Frelly setelah itu, benar-benar sukses membuat saya melek semelek-meleknya.
“Priskila (saya dipanggil dengan nama ini di gereja), nanti di KKR kamu jadi singer ya, soalnya singer yang dari gereja sini nggak bisa datang.”
WHAT?
Yah, as you know saja, di gereja sendiri pun, saya nggak pernah jadi singer, karena... *eng ing eng* saya nggak bisa baca not! Serius! Tiap latihan paduan suara, teman saya, Gloria, membacakan not untuk saya, dan yang saya lakukan hanya mangap-mangap mengikuti instruksinya, dan mencoba menghafalkan bunyi not itu di dalam kepala.
Jadi, menyuruh saya jadi singer, apalagi super dadakan begini, sama saja dengan menyuruh anak SMA yang biasanya trek-trekan di jalanan untuk mewakili Indonesia ikut kejuaraan MotoGP melawan Valentino Rossi dan Casey Stoner. Got the point?
Jujur, saya sempat parno sendiri. Kalau cuma diri sendiri yang malu sih biar lah ya, tapi ini di gereja lain, mewakili gereja saya, kalau saya mengecewakan kan berabe jadinya.. :s
Tapi, di tengah acara mandi yang menyiksa (karena airnya tak tertahankan dinginnya), saya berdoa dalam hati, “Ya Tuhan, tolong... saya nggak punya kemampuan, saya nggak bisa maju sendiri, tolong beri saya hikmat agar saya tidak mengecewakan, mampukan saya agar dapat menjadi berkat di tengah keterbatasan saya.”
Selesai mandi, saya cepat-cepat berangkat ke gereja Baithani. Thank God, saya nggak “maju perang” seorang diri, tapi ditemani Gloria.
Sampai di gereja, saya dan Gloria segera menemui Probo, yang bakal menjadi worship leader di KKR itu. Dapat satu bad news lagi, bahwa pemusiknya pada belum datang semua, dan saat latihan tadi pun semuanya masih saling lempar tanggung jawab, seperti “jangan aku yang main gitar, aku main organ saja”, dsb, dll, dst.
Di tengah segala ketidakpastian dan keparnoan, saya dan Gloria melihat slide lagu-lagu yang akan dinyanyikan saat KKR. Baguslah, sebagian besar lagu kami tahu, hanya dua-tiga yang kurang familiar, tapi bisa dilatih dalam waktu singkat.
Dan, walaupun dimulai dengan agak molor, ternyata pada akhirnya semua pemusik hadir dan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Ketika menyanyi pun, saya merasa sangat tergugah oleh cara menyanyi jemaat Baithani yang sangat semarak dan sepenuh hati, agak beda dengan budaya di gereja saya, di mana jemaatnya suka menyanyi dalam ketenangan. Tanpa sadar, saya pun menyanyi dengan sepenuh hati. Saya lupa akan semua persiapan yang tidak saya lakukan. Saya lupa akan ketakutan saya untuk tidak mampu tampil bagus. Saya lupa... bahwa saya tidak bisa membaca not!
Dua kesadaran ini menghampiri saya dengan begitu lembut:
Pertama, kadangkala kita memang harus benar-benar berserah penuh pada penyertaan Tuhan. Di saat semua hal yang bisa kita lakukan telah dilakukan, dan ternyata semua masih belum tentu berjalan dengan baik, berdoalah dan minta penyertaan Tuhan. Do your part, He, surely, will do His.
Kedua, jangan terburu-buru bilang “nggak bisa”, “nggak biasa”, atau apapun yang intinya penolakan, ketika diminta melakukan sesuatu untuk melayani Tuhan. Dalam banyak kasus, Tuhan tidak mencari orang yang MAMPU, Dia mencari orang yang MAU. Sebelum melakukan hal yang kau rasa tidak mampu, berdoalah dengan segala kerendahan hati, meminta hikmat dan pertolongan dari-Nya. Selama tujuanmu adalah sungguh untuk melayani Dia, dan menyenangkan hati-Nya, yakinlah Dia akan memampukanmu.
Beribu-ribu tahun yang lalu, Allah memakai seorang anak gembala untuk merobohkan seorang raksasa hanya dengan umban dan batu kali. Allah yang sama, juga akan menolongmu hari ini, untuk merobohkan segala ketakutan dan perasaan tidak mampumu.
Tuhan memberkati kita semua :)
PS: Inilah dua singer dadakan di Tosari :D
Comments