Skip to main content

Jika TUHAN Menjatuhkan Batu

Seorang pekerja bangunan memanjat dinding tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawah.
Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya itu tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.
Karena itu, untuk menarik perhatian temannya itu, ia mencoba melemparkan uang logam di depan muka temannya. Temannya itu berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja lagi. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang keduapun memperoleh hasil yang sama.
Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah temannya itu. Batu itu tepat mengenai kepalanya, dan karena merasa sakit ia menengadah ke atas. Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.

TUHAN kadang-kadang menggunakan pengalaman-pengalaman yang menyakitkan untuk membuat kita menengadah kepada-NYA. Sering TUHAN memberi berkat, tetapi tidak cukup membuat kita menengadah kepada-NYA.
Karena itu, memang lebih tepat jika TUHAN menjatuhkan ”batu” kepada kita.

Suka banget deh sama ilustrasi ini. Singkat, tapi menyentuh

PS: ilustrasi diambil dari rubrik Kopi Hangat, Warta Jemaat GKI Ngagel, 22 Februari 2009.

Comments

Anonymous said…
Ilustrasi yang bagus deh Steph ;-) Setuju, kadang batu itu perlu , ya =)
Stephanie Zen said…
iya Ci, soalnya kadang kita dikasih "uang logam" malah lupa menengadah, giliran dikasih "batu", baru deh ngeliat ke atas hihihi :p
Anonymous said…
Hahaha, betul! betul sekali Steph. Kalau jalannya semulus tol, nanti malah terjadi celaka yang hebat. Kadang hambatan itu perlu ya, supaya kita berjalan lebih pelan, gak grasa grusu dalam hidup. Begitupun batu yang terkadang perlu supaya kita menengadah ya...
Stephanie Zen said…
yup Ci, bener banget :)

Popular posts from this blog

Djarum Indonesia Open Super Series 2008

Aaaahhh senangnyaaaaaa! Kemarin pas pulang, lihat papan reklame di pertigaan dekat kantor sudah diganti, dengan iklan Djarum Indonesia Open Super Series 2008! Yang bikin senang, di situ ada tulisan: SAKSIKAN HANYA DI TRANS7 ! Bakal ditayangin di tipi! Hahahahaha senangnyaaaa! Padahal, kemarin-kemarin saya sempat pesimis, karena Juni ini kan juga ada Euro 2008, dan takutnya nggak ada stasiun TV yang mau ambil resiko untuk menayangkan Djarum Indonesia Open Super Series karena gaungnya pasti kalah dari Euro. Tapi ternyata Trans7 baik hati sekaliii! YESSSS ! Oya, bagi yang nggak tau, Djarum Indonesia Open Super Series 2008, atau lebih populer dengan Indonesia Open, adalah turnamen bulutangkis yang bakal diadakan di Gelora Bung Karno mulai 17-22 Juni 2008. Super Series sendiri diadakan 12 kali dalam setahun, di negara-negara seluruh dunia, mulai dari Malaysia, Korea, Inggris *a.k.a All England*, Swiss, Singapura, Indonesia, Jepang, China *pasteenyaa! Dua kali, malah!*, Denmark, Prancis...

5566

Tahu grup 5566 *a.k.a double-five double-six , five-five six-six , or u-u-liu-liu * nggak? Itu lhoo… yang dulu pernah main serial drama Asia yang judulnya My MVP Valentine . Yang personelnya Tony Sun , Rio Peng, Zax Wang, Jason Hsu , sama Sam Wang. Nah, kemarin saya bongkar-bongkar kamar , dan… voila! Ketemu VCD karaoke lagu-lagu mereka! Terus iseng gitu kan nyetel di laptop, ehh... taunya masih bagus ! Dan hebringnya lagi, saya masih hafal kata-katanya! Tau deh pronounciationnya bener apa nggak, sudah dua tahun saya nggak menyentuh bahasa Mandarin sih Ahh... jadi kangen masa-masa nonton My MVP Valentine dulu. Jaman saya cinta-cintaan sama si mantan yang mirip salah satu personel 5566

By the Lakeside

Semua orang bilang, hidup saya baik-baik saja. Mereka nggak tahu bahwa belakangan ini saya merasa sebagian besar hidup saya tersia-sia. Saya nggak depresi, tapi saya rasa saya sedang mengalami apa yang orang sebut sebagai quarter-life crisis, yang didefinisikan oleh Wikipedia sebagai: A period of life usually ranging from the late teens to the early thirties, in which a person begins to feel doubtful about their own lives, brought on by the stress of becoming an adult. Sudah beberapa minggu ini saya merasa saya seorang underachiever, belum meraih apa-apa dalam hidup saya. I know, I know, you're gonna yell jadi-udah-nerbitin-lima-belas-buku-itu-menurut-lo-bukan-pencapaian-? at me, seperti yang dilakukan beberapa teman dekat saya. Frankly speaking, itulah yang saya rasakan. Bukannya nggak bersyukur, tapi mungkin karena sudah cukup sering, melihat buku saya diterbitkan nggak lagi menjadi hal yang istimewa buat saya. Saya merasa itu sesuatu yang biasa-biasa saja. Saya juga m...