Beberapa hari yang lalu, saya baru tidur jam 5 pagi karena
apply-apply kerja via Internet. Sebagai orang yang baru tidur jam segitu, saya
berharap bisa bangun (at least) jam 12 siang, yang mana sebenarnya sah-sah saja
karena saya toh nggak ada kerjaan, hehe.
Tapi rencana saya beauty sleep, eh… tidur dengan pantas dan layak,
berantakan karena jam 10 kurang, teman saya telepon. Rrrgghh… mengintip nama di
layar HP dengan mata yang baru bisa membuka segaris, saya menjawab teleponnya
sambil ngomel dalam hati. Tentu saja, dengan phone manner yang pantas: suara
bantal.
“Nyam, hoahm, ckkdkcdkcdk… Halo?”
“Baru bangun ya kamu?”
“Hei, aku baru tidur jam lima pagi tadi, tau?”
Dan teman saya bukannya memaklumi terus bilang
oo-gitu-ya-udah-ntar-deh-ngobrol-lagi, eeh malah merepet soal camp (we’re gonna
have a youth camp this weekend) dan ngoceh-ngoceh nyuruh saya cari kerja. I was
like… ngomong deh, ngomong aja, aku nggak yakin saat benar-benar bangun nanti
aku akan ingat kamu ngomong apa aja di telepon. Hahaha.
Yah, singkatnya, setelah teman saya selesai mengoceh, saya
membenamkan kepala di bantal, berharap bisa tidur lagi, yang mana gagal total,
karena saya tipe yang sekalinya kebangun dari tidur pasti nggak akan bisa kembali
tidur -_-
Masih gedebak-gedebuk di ranjang, setengah jam kemudian saya mendengar
HP saya berbunyi lagi. Bukan nama temen saya yang muncul di layar kali ini,
melainkan sederet nomor tak dikenal yang sepertinya… nomor kantor. Langsung terduduk
di tepi ranjang, saya menjawab telepon itu dengan phone manner yang pantas.
Nope, kali ini (untungnya) bukan suara bantal.
Telepon itu berakhir dengan janji interview kerja di hari Senin (yang
sudah saya lakoni kemarin dan thank God hasilnya memuaskan banget). Hal itu
membuat saya mengirim WhatsApp pada teman saya, yang setengah jam yang lalu
membuat saya keki dan ngomel-ngomel.
“Terima kasih karena sudah membangunkankuuu.”
Teman saya, mungkin mengira saya nyindir dan masih bete karena
dibangunin, membalas, “Maap lah.”
Saya bilang, “Ehhhh, ini serius, bukan nyindir. Karena barusan ada
telepon buat interview, dan karena aku sudah bangun, aku dihindarkan dari
menjawab telepon itu dengan suara bantal, hahaha.”
Merasa di atas angin, teman saya bilang, “Hahaha. Tuh, makanya
bangun pas jam kerja.”
Satu-dua hari kemudian, baru saya menyadari sesuatu.
Tuhan juga sering kasih wake up call, seperti yang dilakukan teman
saya itu. To be honest. wake up call itu GAK ENAK. Hahaha. “Dibangunkan” saat
kamu tengah nyaman menikmati sesuatu, rasanya pasti “ganggu” banget! But God’s
wake up call always comes with a plan: He’s telling you that a great
opportunity is coming, and you’ll miss it if you don’t respond quickly.
Misalnya Tuhan nggak biarkan teman saya telepon waktu itu ya…
mungkin saya akan jawab telepon dari perusahaan yang menawarkan job interview
itu dengan suara parau yang langsung bikin mereka ilfil (calon pegawai apaan
nih jam segini masih molor?? Hahaha!), atau yang lebih parah lagi… saya mungkin
nggak akan menjawab telepon itu sama sekali karena masih asyik berkelana di
lala land! Eww.
Tapi Tuhan terlalu baik, Dia nggak mau membiarkan saya melewatkan kesempatan
itu, jadi Dia mengirimkan wake up call (literally, haha!) dalam bentuk teman
saya yang telepon dan ngoceh-ngoceh hingga saya nggak bisa tidur lagi :p
So, jangan protes kalau Tuhan sedang melakukan hal yang sama
terhadapmu. Dicolek-colek saat kamu merasa hidupmu sudah sangat nyaman? Respond
to it! You totally have no idea what He has in mind for you!
“For I know the plans I have for you,” declares the Lord, “plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a future.” (Jeremiah 29:11)
“Blessed is the one whom God corrects; so do not despise the discipline of the Almighty.” (Job 5:17)
Comments