Ini nama salah satu
sesi di CIA Camp 2013 – Restoration kemarin, and I was in charge for
this session.
Memimpin sesi yang
diadakan di Minggu pagi itu sebenarnya “errrr” banget! Apalagi, sesudah superb
praise and worship nite malam harinya (ada dance floor segala!), yang dilanjut
dengan jamming dan ngakak sampai tengah malam, pagi itu saya bangun dengan
tenggorokan sakit – akibat kebanyakan nyanyi dan ketawa – plus mata berkantong
karena kurang tidur. But, the session goes on, and this is what I shared.
What daily devotion
book do you use everyday? Me myself, have been using Our Daily Bread these two
years. Here’s the thing I think is interesting: Why did they name the book “Our
Daily Bread”? Why not “Our Daily Macaroons”, “Our Daily Cupcakes”, or “Our
Daily Crème Brulee”? Some of my cellgroup peeps answered, “Soalnya zaman dulu
belum ada kue-kue itu, Ci”, and the others said, “Sakit perut makan kue-kue
gitu tiap hari”. LOL!
But, the true answer
is this:
Because the Bible is
meant to be bread for daily use, not cake for special occasions.
Kita, sebagai orang
Asia, makan nasi sebagai makanan pokok. Tapi di negeri asal Our Daily Bread,
tentulah roti yang dijadikan makanan sehari-hari. And when do people usually
have bread as their meal? Yep, during breakfast, in the morning.
Courtesy of: http://marcbuxton.files.wordpress.com/2013/06/20130609-145414.jpg?w=490 |
After years, I’ve found
out that the most effective time to have my quiet time is in the morning.
Before or after my physical breakfast, I need to have breakfast with God as
well. Bukan hal yang gampang, karena di pagi hari kita biasanya ngantuk atau
buru-buru, tapi kalau kita saat teduh di pagi hari, we’re gonna have the rest
of the day to apply what we’ve read. Kalau malam, yaaah selain udah ngantuk,
biasanya besok paginya juga udah lupa apa yang dibaca semalam :p
Dan kebiasaan SaTe ini
nggak dibangun dalam satu-dua hari. Setelah hampir dua puluh tahun jadi orang
Kristen, dilahirkan dari ortu yang juga Kristen sejak zaman opa-oma, barulah
saya bisa, by God’s grace, memiliki SaTe yang rutin.
Dulu, saya menganggap
nggak punya waktu SaTe bukan sebagai masalah. Pikir saya toh, saya sudah
diselamatkan, saya ke gereja tiap Minggu, dan saya bukan orang jahat, nggak SaTe
tiap hari juga nggak apa-apa.
I didn’t know that I
was lost.
Sama seperti domba,
dirham, dan anak yang hilang dalam perumpamaan di Lukas 15, saya tidak
menyadari bahwa saya telah terhilang. Ketika Tuhan datang mencari dan
mendapatkan saya, barulah saya sadar betapa jauhnya saya telah hilang selama
ini. I didn’t do anything to get lost, and didn’t have to do anything to have
found, except acknowledge that I’m lost.
Even though we may not
feel lost, if we have no relationship with God, we are. To be found, we need to
realize that God is looking for us and admit that we are separated from Him.
You think you’ve gone
too far? Let me share you this. Bayangkan kamu sedang berada di India, mencari
sebuah alamat. Kamu merasa kamu akan dengan mudah menemukan alamat itu, tapi…
ternyata semua penunjuk nama jalan di India ditulis dalam bahasa Tamil! Tetap
merasa optimis, kamu terus berjalan mencari alamat yang kamu tuju. Semakin
lama, kamu menyadari bahwa kamu nyasar, sama sekali nggak berhasil menemukan alamat
itu. Apa yang akan kamu lakukan? Berhenti dan bertanya, lalu putar balik
kembali ke arah yang benar, atau tetap nyasar? Kamu merasa sayang untuk putar
balik karena sudah berjalan jauh, tapi apa gunanya sudah berjalan jauh, kalau
kamu menuju ke arah yang salah?
Nggak pernah ada kata
terlambat untuk memulai sesuatu. If you are lost, admit it, and let the Good
Shepherd find you.
The first step is
always the hardest. Don’t worry, I’ve faced the same struggle. I am still :p
But try to have breakfast with God for the next 21 days. Research said that
what you’ve been doing for 21 consecutive days will be your habit. Why don’t just
give it a try?
Comments