Minggu
lalu saya melakukan sebuah kesalahan yang bener-bener bikin damai sejahtera
saya hilang, which was… terima orderan essay.
Terima orderan essay ini maksudnya, kita ngerjain essay (tugas) orang lain, dan dibayar untuk itu. Saya dapat “job” ini dari teman saya, yang dapat dari salah satu kenalannya, mahasiswa di satu universitas di Singapore (nggak sekampus sama saya). Saya nggak tahu siapa si “pemesan” ini, hanya tahu bahwa dia menawarkan S$ 200 (-/+ Rp 1.500.000) untuk essay 1700 kata. Waktu itu, saya terima bukan karena duitnya, tapi lebih karena lagi nganggur banget, dan ya udah lah, hitung-hitung dapat uang tambahan buat living cost di sini (yang nggak murah :p).
Essaynya sendiri gampang banget, saya selesai ngerjain cuma dalam beberapa jam. But it’s funny how Holy Spirit keeps convicting you when you do something that displeases God. Asli lho ya, selama dan sesudah ngerjain itu, damai sejahtera saya hilang dan saya seperti terus-menerus dikejar perasaan bersalah. The feeling of hey-this-is-wrong and God-doesn’t-like-this. But, since I have agreed to do the essay, I finished it anyway, tapi setelah itu saya benar-benar doa minta ampun sama Tuhan, plus janji untuk nggak lagi nerima orderan essay, nggak peduli berapa pun bayarannya dan seberapa gampang pun essaynya.
Nah, nggak lama setelah kejadian itu, saya baca Alkitab di bagian Bilangan 14 : 1-4
Saat itu, bangsa Israel kembali mengeluh karena “penderitaan” mereka yang seolah tanpa akhir di padang gurun, setelah Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir. Mereka bersungut-sungut untuk kesekian kalinya, karena menurut mereka hidup mereka di Mesir dulu jauh lebih enak dibanding hidup mereka di padang gurun. Bayangin, dulu mereka bisa makan ikan, mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih di Mesir (Bilangan 11:5), sementara sekarang mereka hanya makan manna setiap hari. Bosan, kan?
Mungkin di benak bangsa Israel terlintas pikiran seperti ini, “Mana tanah perjanjian, negeri Kanaan, yang kata Tuhan berlimpah susu dan madunya itu??? Mana???” Maka, mereka ingin kembali ke Mesir, bahkan sudah bertekad memilih seorang pemimpin untuk membawa mereka kembali ke Mesir!
Implikasi apa yang saya dapat dari bagian Alkitab ini? God opened my eyes.
Saat kita sedang berada dalam kesulitan karena mengikuti kehendak Tuhan (seperti bangsa Israel kala itu), kita kerap kali membandingkan betapa hidup kita lebih aman, nyaman, dan mudah seperti ketika kita belum mengikuti kehendak Tuhan dan hidup menuruti hawa nafsu kita sendiri.
Saat saya memilih menyenangkan hati Tuhan dengan nggak akan menerima orderan essay lagi, saya tahu saya nggak akan punya lagi uang saku tambahan (yang, halo, cuma kerja beberapa jam tapi sudah bisa buat beli parfum Burberry Body, sepatu dan tas Charles & Keith, you name it). Life will be much easier and more comfortable if we follow our own way rather than God’s, won’t it? Ketika tanah perjanjian yang dijanjikan oleh Tuhan itu belum juga terlihat dan kita sudah lelah, salahkah kita jika ingin “kembali ke Mesir”?
But yeah, there will always be an “opportunity cost” in following God’s will :p (BTW, opportunity cost artinya pengorbanan atau harga yang kita bayar jika memilih satu pilihan dibanding pilihan lainnya)
Satu hal yang perlu kita ingat. Mesir adalah tanah perbudakan, sama seperti dosa, yang merupakan belenggu perbudakan atas hidup kita. Jika kita ingin “kembali ke Mesir”, kembali ke kehidupan lama kita, berarti kita ingin kembali berada di bawah perbudakan dosa. Padahal, Alkitab berkata,
Kristus telah memerdekakan kita dari perbudakan dosa, why on earth we want to enslave ourseleves again?
Mungkin kini “Mesir” terlihat sangat nyaman dibanding padang gurun pergumulan kita, tapi jika kita kembali ke sana, ke kehidupan lama kita yang penuh dosa, kita tidak akan pernah jadi orang yang “merdeka”, selama-lamanya kita akan terus menjadi “budak”.
Mungkin tanah perjanjian yang penuh susu dan madu itu belum terlihat sampai saat ini, tapi Tuhan sudah menjanjikannya pada bangsa Israel, sama seperti Tuhan menjanjikan penyertaan, damai sejahtera, dan hubungan yang dekat dengan-Nya, yang tidak akan pernah ditandingi oleh kenikmatan apa pun yang kita dapatkan dari “kehidupan Mesir” kita.
Let’s stand firm on our faith, and trust in Him. You’re in your way to Canaan! :)
Terima orderan essay ini maksudnya, kita ngerjain essay (tugas) orang lain, dan dibayar untuk itu. Saya dapat “job” ini dari teman saya, yang dapat dari salah satu kenalannya, mahasiswa di satu universitas di Singapore (nggak sekampus sama saya). Saya nggak tahu siapa si “pemesan” ini, hanya tahu bahwa dia menawarkan S$ 200 (-/+ Rp 1.500.000) untuk essay 1700 kata. Waktu itu, saya terima bukan karena duitnya, tapi lebih karena lagi nganggur banget, dan ya udah lah, hitung-hitung dapat uang tambahan buat living cost di sini (yang nggak murah :p).
Essaynya sendiri gampang banget, saya selesai ngerjain cuma dalam beberapa jam. But it’s funny how Holy Spirit keeps convicting you when you do something that displeases God. Asli lho ya, selama dan sesudah ngerjain itu, damai sejahtera saya hilang dan saya seperti terus-menerus dikejar perasaan bersalah. The feeling of hey-this-is-wrong and God-doesn’t-like-this. But, since I have agreed to do the essay, I finished it anyway, tapi setelah itu saya benar-benar doa minta ampun sama Tuhan, plus janji untuk nggak lagi nerima orderan essay, nggak peduli berapa pun bayarannya dan seberapa gampang pun essaynya.
Nah, nggak lama setelah kejadian itu, saya baca Alkitab di bagian Bilangan 14 : 1-4
14:1 Lalu segenap umat itu mengeluarkan suara nyaring dan bangsa itu menangis pada malam itu.
14:2 Bersungut-sungutlah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini!
14:3 Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?"
14:4 Dan mereka berkata seorang kepada yang lain: "Baiklah kita mengangkat seorang pemimpin, lalu pulang ke Mesir."
Saat itu, bangsa Israel kembali mengeluh karena “penderitaan” mereka yang seolah tanpa akhir di padang gurun, setelah Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir. Mereka bersungut-sungut untuk kesekian kalinya, karena menurut mereka hidup mereka di Mesir dulu jauh lebih enak dibanding hidup mereka di padang gurun. Bayangin, dulu mereka bisa makan ikan, mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih di Mesir (Bilangan 11:5), sementara sekarang mereka hanya makan manna setiap hari. Bosan, kan?
Mungkin di benak bangsa Israel terlintas pikiran seperti ini, “Mana tanah perjanjian, negeri Kanaan, yang kata Tuhan berlimpah susu dan madunya itu??? Mana???” Maka, mereka ingin kembali ke Mesir, bahkan sudah bertekad memilih seorang pemimpin untuk membawa mereka kembali ke Mesir!
Courtesy of http://sphinx-egyptexpat.blogspot.com/ |
Implikasi apa yang saya dapat dari bagian Alkitab ini? God opened my eyes.
Saat kita sedang berada dalam kesulitan karena mengikuti kehendak Tuhan (seperti bangsa Israel kala itu), kita kerap kali membandingkan betapa hidup kita lebih aman, nyaman, dan mudah seperti ketika kita belum mengikuti kehendak Tuhan dan hidup menuruti hawa nafsu kita sendiri.
Saat saya memilih menyenangkan hati Tuhan dengan nggak akan menerima orderan essay lagi, saya tahu saya nggak akan punya lagi uang saku tambahan (yang, halo, cuma kerja beberapa jam tapi sudah bisa buat beli parfum Burberry Body, sepatu dan tas Charles & Keith, you name it). Life will be much easier and more comfortable if we follow our own way rather than God’s, won’t it? Ketika tanah perjanjian yang dijanjikan oleh Tuhan itu belum juga terlihat dan kita sudah lelah, salahkah kita jika ingin “kembali ke Mesir”?
But yeah, there will always be an “opportunity cost” in following God’s will :p (BTW, opportunity cost artinya pengorbanan atau harga yang kita bayar jika memilih satu pilihan dibanding pilihan lainnya)
Satu hal yang perlu kita ingat. Mesir adalah tanah perbudakan, sama seperti dosa, yang merupakan belenggu perbudakan atas hidup kita. Jika kita ingin “kembali ke Mesir”, kembali ke kehidupan lama kita, berarti kita ingin kembali berada di bawah perbudakan dosa. Padahal, Alkitab berkata,
Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. (Galatia 5:1)
Kristus telah memerdekakan kita dari perbudakan dosa, why on earth we want to enslave ourseleves again?
Mungkin kini “Mesir” terlihat sangat nyaman dibanding padang gurun pergumulan kita, tapi jika kita kembali ke sana, ke kehidupan lama kita yang penuh dosa, kita tidak akan pernah jadi orang yang “merdeka”, selama-lamanya kita akan terus menjadi “budak”.
Mungkin tanah perjanjian yang penuh susu dan madu itu belum terlihat sampai saat ini, tapi Tuhan sudah menjanjikannya pada bangsa Israel, sama seperti Tuhan menjanjikan penyertaan, damai sejahtera, dan hubungan yang dekat dengan-Nya, yang tidak akan pernah ditandingi oleh kenikmatan apa pun yang kita dapatkan dari “kehidupan Mesir” kita.
Let’s stand firm on our faith, and trust in Him. You’re in your way to Canaan! :)
Comments
simple kata2 sama postingannya...