Skip to main content

This is What I Really Called "Customer Service"

Tanggal 1 Agustus lalu saya belanja di Matahari Department Store (MDS) Tunjungan Plaza. Belanjanya karena MDS di TP habis direnovasi, dan mereka re-opening dengan iming-iming diskon sampai 70%. Secara saya banci diskon, ya saya langsung melesat ke sana
Pas sampai di MDS, udah penuh sesak banget. Saya berniat cari celana panjang jins, dan setelah dapat, saya keliling-keliling MDS. Di depan counter The Executive, saya melongo. Ada sale kemeja sampai 70% bok! Dan ibu-ibu plus mbak-mbak yang berkerumun di sana udah sama banyaknya dengan semut yang mengerumuni gula. Tapi, karena The Executive itu bener-bener salah satu brand favorit saya *dan kapan lagi bisa ketemu mereka sale 70%*, saya pun ikut “terjun” ke arena sale itu.
Setelah berjibaku dan nyoba kira-kira lima kemeja, saya akhirnya ambil dua. Terus saya ngantre di kasir, mau bayar kemeja dan celana jins yang sudah saya ambil sebelumnya. Antreannya lumayan panjang, mana tiap orang kayaknya ngeborong separo toko, jadi saya baru dapet giliran setelah kira-kira lima belas menit ngantre.
Pas bayar, saya pakai debit card Mandiri. Itu jenis debit card yang visa, jadi saya tinggal tandatangan aja di struknya, tanpa perlu masukkan PIN segala. Nah, setelah tandatangan, saya langsung ngabur. Udah capek, haus, lapar pula, jadi saya ke KFC.
Nah, cerita berlanjut ke beberapa hari kemudian, tanggal 4 Agustus. Saya lagi ngeluarin tumpukan bon dan struk dari dompet untuk dicatat di pengeluaran bulanan *biar shopaholic, tetep harus bisa nyatat pengeluaran bo :p*, terus saya melihat satu keanehan di struk belanja MDS dan struk debit card yang saya tandatangani. Total belanja saya di struk MDS Rp 286.320, sementara yang didebut dari rekening saya Rp 386.320, kok kelebihan 100.000?

Saya merasa bego sendiri, kenapa kemarin pas tandatangan struk nggak ngecek nominalnya dulu? Tapi emang saya kebiasaan ngecek nominal cuma kalau belanja pakai debit BCA, yang harus pakai PIN, bukan tandatangan sih… Jadi, satu-satunya jalan adalah mengontak customer service-nya MDS. Untung di struk tercantum e-mailnya.
Saya kirim e-mail, menceritakan kronologis transaksi itu, plus menyertakan hasil scan kedua struk. Setelah satu hari, belum ada balasan, dan saya coba cara lain, lewat fax.
Tanggal 5 Agustus siang, saya terima telepon dari Bapak Henry dari MDS TP, yang bilang kalau mereka sudah terima e-mail dan fax saya. Mereka minta maaf, dan menawarkan mengembalikan uang saya dengan dua cara, terserah saya mau yang mana. Pertama, saya langsung datang ke MDS TP sambil bawa kedua struk itu. Atau kedua, kalau saya nggak bisa datang, mereka akan proses dulu refund-nya (karena uangnya sudah otomatis masuk ke bank), dan uang saya bakal di-refund dalam 45 hari.
Berhubung saya belum tau kapan mau ke TP lagi, saya milih cara yang kedua. Nggak pa-pa deh agak lama, yang penting duitnya balik.
Nah, sorenya saya ditelepon kasir MDS yang waktu itu melayani transaksi saya. Dia minta maaf, dan menawarkan gimana kalau uangnya mereka refund langsung aja. Saya bilang kalau saya sudah setuju dengan cara yang proses 45 hari itu, tapi si kasir takut saya kurang nyaman karena kelamaan, dan menawarkan supaya mereka refund sore itu juga, langsung ke rekening saya.
Ya udah, saya sih oke-oke aja. Saya SMS nomor rekening bank saya ke mereka, dan sorenya... uang saya sudah di-refund! Saya di-SMS lagi oleh kasir itu, yang menyampaikan kalau mereka sudah refund uang 100.000 saya.
Wow, saya amazed juga, karena tadinya mengira prosesnya bakal lama, tapi ternyata MDS responnya cepat! Seriously, this is what I really called “customer service”. Cepat, dan tanpa proses yang ribet
Uang 100.000 mungkin nilainya nggak seberapa, tapi respon MDS benar-benar bikin saya salut Of course, I will always go back to shop there

PS: pelajaran lainnya buat saya selain jangan buru-buru buang struk setelah belanja: kalau mau tandatangan struk debit, cek dulu nilainya

Comments

Iya steph, service excellence ialah satu satu kunci mendapat tempat di hati para customernya
Anastasia said…
Seratus ribu emang kayakny dikit ya steph. Tapi bisa jadi masalah besar kalo pengembaliannya susah.

Untungnya mereka punya service yg oke. Jadi bikin mereka gak kehilangan pelanggan setia seperti dirimu..
Stephanie Zen said…
ci rina: tadinya aku kira company besar kayak matahari bakal lama servisnya, tp ternyata justru cepet :p

anas: iya, seratus ribu buat matahari sih ga berarti ya, yg penting emang nama baik, servis & kepuasan pelanggan (halah halah :p)

Popular posts from this blog

Pindahan #2: Putus

Nggak, saya nggak putus. Lha mau putus sama siapa? Okay, selamat datang kembali di blog post series Pindahan! Buat yang belum baca part 1-nya, sila dibaca di sini ya, biar nggak bingung saya ngoceh tentang apa. Lanjuttt! Untuk pindahan kali ini, saya memutuskan nggak pakai jasa mover alias tukang jasa pindahan. Kenapa? Karena selain barang saya nggak banyak-banyak amat, pakai mover di sini juga lumayan mahal, bisa $70 - $100. Mending duitnya dipake buat beli baju baru . Nah, resiko nggak pakai mover adalah, saya harus mau pindahin barang saya sedikit demi sedikit dari rumah lama ke rumah baru. Rutinitas saya tiap pagi selama seminggu belakangan kira-kira begini: tiap pagi ke kantor bawa gembolan dua travel bag atau satu koper --> Dilihatin dan ditanyain sama orang-orang sekantor, "Wah, you're flying back home, ah?" --> I wish --> Kerja membanting tulang demi sepetak kamar sampai kira-kira jam 7 malam --> Gotong-gotong gembolan ke rumah baru. Asal ta

Ziklag

Beberapa hari yang lalu, saya lagi baca One Year Bible Plan, waktu roommate saya ingatin untuk bayar uang kost. FYI, we rent a unit of HDB (sebutan untuk rumah susun di Singapore) here, consists of three bedrooms, and one of those rooms has been vacant for a month. We’ve been trying our best in order to find a housemate, but still haven’t found one yet. Nah, berhubung saya dan roommate saya nyewa satu unit, konsekuensinya adalah kalau ada kamar yang kosong, kami yang harus nanggung pembayarannya. Haha, finding a housemate is frustating, and paying for a vacant room is even more! :p But then, we have no choice. Jadi, waktu roommate saya ingatin untuk bayar uang kost (karena memang udah waktunya bayar), I went downstair to withdraw money from ATM (di bawah rumah saya ada mesin ATM, lol!). Waktu habis ngambil uang, saya cek saldo, dan… langsung mengasihani diri sendiri, wkwk. Ironis sekali bagaimana sederet angka yang terpampang di monitor mesin ATM bisa mempengaruhi mood-mu, ya? :p N

5566

Tahu grup 5566 *a.k.a double-five double-six , five-five six-six , or u-u-liu-liu * nggak? Itu lhoo… yang dulu pernah main serial drama Asia yang judulnya My MVP Valentine . Yang personelnya Tony Sun , Rio Peng, Zax Wang, Jason Hsu , sama Sam Wang. Nah, kemarin saya bongkar-bongkar kamar , dan… voila! Ketemu VCD karaoke lagu-lagu mereka! Terus iseng gitu kan nyetel di laptop, ehh... taunya masih bagus ! Dan hebringnya lagi, saya masih hafal kata-katanya! Tau deh pronounciationnya bener apa nggak, sudah dua tahun saya nggak menyentuh bahasa Mandarin sih Ahh... jadi kangen masa-masa nonton My MVP Valentine dulu. Jaman saya cinta-cintaan sama si mantan yang mirip salah satu personel 5566