Nggak, saya nggak putus. Lha mau putus sama siapa?
Okay, selamat datang kembali di blog post series Pindahan! Buat yang belum baca part 1-nya, sila dibaca di sini ya, biar nggak bingung saya ngoceh tentang apa.
Lanjuttt!
Untuk pindahan kali ini, saya memutuskan nggak pakai jasa mover alias tukang jasa pindahan. Kenapa? Karena selain barang saya nggak banyak-banyak amat, pakai mover di sini juga lumayan mahal, bisa $70 - $100.Mending duitnya dipake buat beli baju baru.
Nah, resiko nggak pakai mover adalah, saya harus mau pindahin barang saya sedikit demi sedikit dari rumah lama ke rumah baru. Rutinitas saya tiap pagi selama seminggu belakangan kira-kira begini: tiap pagi ke kantor bawa gembolan dua travel bag atau satu koper --> Dilihatin dan ditanyain sama orang-orang sekantor, "Wah, you're flying back home, ah?" --> I wish --> Kerja membanting tulang demi sepetak kamar sampai kira-kira jam 7 malam --> Gotong-gotong gembolan ke rumah baru.
Asal tahu aja, gotong-gotong gembolannya itu naik bus, bukan taksi atau mobil pribadi. Dan jarak yang harus ditempuh dengan jalan kaki dari bus stop ke kantor atau rumah baru itu lebih jauh daripada jarak antar 2 Indomaret di Indonesia.
Terus, kemarin waktu baru duduk terengah-engah di bus setelah menggotong gembolan, saya menyadari bahwa tali sandal saya... putus. Eaaa. Emang sandal ini sudah lumayan lama sih, 2 tahun lebih, kali. Mama saya aja dulu pas lihat saya masih pakai sandal ini, nanya, "Lho belum putus-putus juga sandalmu itu? Kuat, ya."
Tapi kekuatan sandal itu berakhir kemarin. Pas amat. Hahaha. Anyway, saya nggak sempat motret sandalnya, tapi kira-kira sandalnya kayak gini, dan putusnya juga pas begini, yang sebelah kanan juga. Mbak pemilik sandal, siapapun engkau, I feel you, dan saya pinjam foto sandal Anda sebagai ilustrasi ya.
Oke, balik ke adegan di bus. Saya memandangi sandal saya dengan bingung. Kemudian memandang dua gembolan koper dengan lebih bingung. Ini nanti pas turun bus gimana caranya, ya? Masa iya nggak pake sandal? Mana jalan dari bus stop ke rumah baru itu lumayan...
Dan ketika akhirnya saya sampai di bus stop tujuan, saya pun turun. Pertamanya saya tetap sok pakai sandal, tapi sambil diseret-seret. Cuma, lama-lama nggak tahan juga nyeret-nyeret kaki. Akhirnya saya pasrah dan melepas satu sandal saya. Yang satunya nggak dilepas? Nggak dong... wong yang putus cuma satu, ngapain kaki satunya ikut menderita menapak aspal pula? Nehi.
Untungnya yaaa, di sini aspal itu rata. Nyaris nggak ada benda-benda tajam yang bisa melukai kaki. Palingan berasa kayak lagi massage aja gitu. Walau saya nggak tahu apa yang ada di pikiran orang-orang yang berpapasan dengan saya saat itu. Mungkin saya dikira lagi minggat dari rumah, atau agak setengah dua belas, jadi keluar rumah pakai sandal cuma sebelah. Bodo deh.
Dengan penuh perjuangan, akhirnya saya sampai di rumah baru. Setelah mindah-mindahin barang, saya pamit pulang dengan meminjam sandal calon housemate baru saya. Pas di bus, saya curhat sama salah satu teman saya yang lagi liburan di Bali. And surprisingly...
Intinya.. kadang pindahan itu berat karena kita harus "putus" sama kebiasaan-kebiasaan lama kita (dalam kasus saya: kebiasaan beli KFC di bawah rumah). Kadang pindahan itu berat karena kita harus "putus" ikatan batin sama rumah lama yang dulu kita tinggali. "Putus" kontak sama uncle penjual jus langganan, atau abang-abang minimarket tempat saya biasa beli Pringles.
But, your new journey awaits. Dalam kasus saya, my new pair of sandal awaits ;)
Okay, selamat datang kembali di blog post series Pindahan! Buat yang belum baca part 1-nya, sila dibaca di sini ya, biar nggak bingung saya ngoceh tentang apa.
Lanjuttt!
Untuk pindahan kali ini, saya memutuskan nggak pakai jasa mover alias tukang jasa pindahan. Kenapa? Karena selain barang saya nggak banyak-banyak amat, pakai mover di sini juga lumayan mahal, bisa $70 - $100.
Nah, resiko nggak pakai mover adalah, saya harus mau pindahin barang saya sedikit demi sedikit dari rumah lama ke rumah baru. Rutinitas saya tiap pagi selama seminggu belakangan kira-kira begini: tiap pagi ke kantor bawa gembolan dua travel bag atau satu koper --> Dilihatin dan ditanyain sama orang-orang sekantor, "Wah, you're flying back home, ah?" --> I wish --> Kerja membanting tulang demi sepetak kamar sampai kira-kira jam 7 malam --> Gotong-gotong gembolan ke rumah baru.
Asal tahu aja, gotong-gotong gembolannya itu naik bus, bukan taksi atau mobil pribadi. Dan jarak yang harus ditempuh dengan jalan kaki dari bus stop ke kantor atau rumah baru itu lebih jauh daripada jarak antar 2 Indomaret di Indonesia.
Terus, kemarin waktu baru duduk terengah-engah di bus setelah menggotong gembolan, saya menyadari bahwa tali sandal saya... putus. Eaaa. Emang sandal ini sudah lumayan lama sih, 2 tahun lebih, kali. Mama saya aja dulu pas lihat saya masih pakai sandal ini, nanya, "Lho belum putus-putus juga sandalmu itu? Kuat, ya."
Tapi kekuatan sandal itu berakhir kemarin. Pas amat. Hahaha. Anyway, saya nggak sempat motret sandalnya, tapi kira-kira sandalnya kayak gini, dan putusnya juga pas begini, yang sebelah kanan juga. Mbak pemilik sandal, siapapun engkau, I feel you, dan saya pinjam foto sandal Anda sebagai ilustrasi ya.
Oke, balik ke adegan di bus. Saya memandangi sandal saya dengan bingung. Kemudian memandang dua gembolan koper dengan lebih bingung. Ini nanti pas turun bus gimana caranya, ya? Masa iya nggak pake sandal? Mana jalan dari bus stop ke rumah baru itu lumayan...
Dan ketika akhirnya saya sampai di bus stop tujuan, saya pun turun. Pertamanya saya tetap sok pakai sandal, tapi sambil diseret-seret. Cuma, lama-lama nggak tahan juga nyeret-nyeret kaki. Akhirnya saya pasrah dan melepas satu sandal saya. Yang satunya nggak dilepas? Nggak dong... wong yang putus cuma satu, ngapain kaki satunya ikut menderita menapak aspal pula? Nehi.
Untungnya yaaa, di sini aspal itu rata. Nyaris nggak ada benda-benda tajam yang bisa melukai kaki. Palingan berasa kayak lagi massage aja gitu. Walau saya nggak tahu apa yang ada di pikiran orang-orang yang berpapasan dengan saya saat itu. Mungkin saya dikira lagi minggat dari rumah, atau agak setengah dua belas, jadi keluar rumah pakai sandal cuma sebelah. Bodo deh.
Dengan penuh perjuangan, akhirnya saya sampai di rumah baru. Setelah mindah-mindahin barang, saya pamit pulang dengan meminjam sandal calon housemate baru saya. Pas di bus, saya curhat sama salah satu teman saya yang lagi liburan di Bali. And surprisingly...
Intinya.. kadang pindahan itu berat karena kita harus "putus" sama kebiasaan-kebiasaan lama kita (dalam kasus saya: kebiasaan beli KFC di bawah rumah). Kadang pindahan itu berat karena kita harus "putus" ikatan batin sama rumah lama yang dulu kita tinggali. "Putus" kontak sama uncle penjual jus langganan, atau abang-abang minimarket tempat saya biasa beli Pringles.
But, your new journey awaits. Dalam kasus saya, my new pair of sandal awaits ;)
Comments