Kayaknya ini jangka waktu terlama saya nggak
update blog, hehe. Enam bulan, bow! Padahal kemarin lagi nganggur-nganggurnya,
kuliah udah beres, tinggal nyari kerjaan, tapi ya itu.. selalu menunda untuk
menulis -.-
Anyway, tahun ini sub tema gereja saya di sini adalah “go out” alias pergi menjangkau orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Bukan sekedar menambah kuantitas jemaat, tapi yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas jemaatnya. Ini membuat saya teringat apa yang disampaikan teolog Jerman, Dietrich Bonhoeffer:
And I once read somewhere, that the true meaning of Christianity is discipleship. Begitu pentingnya pemuridan atau pengabaran Injil ini, sehingga saat Yesus datang untuk kedua kalinya nanti, Ia nggak akan bertanya berapa banyak perusahaan yang kita miliki, seberapa besar rumah yang sudah kita bangun, atau jumlah mobil mewah yang kita koleksi. Ia hanya akan bertanya, “Adakah Kudapati iman di bumi?” (Lukas 18:8) Seberapa banyak orang yang telah kamu perkenalkan kepada-Nya?
Waktu doa malam di gereja minggu lalu, saya diingatkan oleh bacaan di dalam Lukas 14:16-24 ini:
Siapa tokoh utama yang muncul dalam perjamuan ini? The man who was preparing the great banquet, you may say. Tapi kemarin saya dibawa untuk lebih mengenal satu tokoh lagi dalam bacaan ini: si hamba.
Coba tempatkan dirimu dalam posisi si hamba. Kamu hamba orang kaya, kamu sudah terbiasa dikirim oleh majikanmu ke rumah koleganya (yang tentunya sesama orang kaya) untuk mengundang mereka datang ke pesta yang diadakan oleh tuanmu. Terbiasa datang ke rumah-rumah gedongan untuk mengundang orang kaya, ada kebanggaan tersendiri yang menyelip di hatimu.
Tapi kali ini, para kolega tuanmu itu tak bisa datang ke pesta, dan tuanmu (yang murka akan hal itu), menyuruhmu pergi ke segala jalan dan lorong kota untuk mengundang orang miskin, orang cacat, orang buta, dan lumpuh, agar datang ke pestanya.
Harga dirimu terusik. Kamu, yang biasa bertemu dengan orang-orang kaya dengan pakaian dan tas rancangan desainer, mereka yang mungkin dari radius seratus meter saja kamu sudah bisa kamu cium wangi semerbak parfumnya, kini harus ke kolong jembatan yang gelap dan kotor, mengundang para gelandangan dan gembel yang baunya sudah nggak keruan karena hanya Tuhan saja yang tahu kapan terakhir mereka mandi.
Apakah tuanmu sudah gila?
Tapi, meskipun menggerundel (mungkin sambil menutup hidung juga), kamu toh pergi juga ke kolong jembatan dan perkampungan kumuh untuk mengundang orang-orang itu, seperti perintah tuanmu.
Ketika para orang miskin itu, orang cacat dengan tongkat bikinannya sendiri yang sudah butut, kakek buta yang dituntun oleh seorang anak kecil berpakaian compang-camping, dan seluruh penduduk perkampungan kumuh berduyun-duyun memasuki rumah megah tuanmu dengan takjub, kamu mungkin membatin dalam hati, berapa banyak Domestos Nomos (bukan iklan berbayar :p) yang harus kamu habiskan untuk mengepel lantai rumah dan membasmi semua kuman dan noda lumpur yang dibawa oleh telapak-telapak kaki itu dari beceknya kolong jembatan ke lantai marmer mengilap rumah tuanmu.
Seakan semua itu belum cukup, ketika melihat makanan masih berlimpah meski semua tamu dekil itu sudah makan sampai nggak kuat makan lagi, tuanmu menyuruhmu pergi ke semua perempatan jalan untuk mengundang anak jalanan, mas-mas tengil yang biasa mengamen dengan kecrekan dan suara falsnya, dan pengemis-pengemis yang selalu berkeliling menadahkan tangannya ke mobil-mobil saat lampu lalu lintas berganti merah.
Kamu menghela napas. Tidakkah tuanmu berpikir, bahwa kamu mungkin saja dipalak oleh para preman jalanan ketika pergi ke perempatan jalan dan mengundang orang-orang itu? Kenapa tuanmu tidak merasa cukup dengan semua orang miskin-cacat-buta-lumpuh ini, dan masih harus mengundang anak jalanan, pengamen, pengemis, dan para preman… siapapun yang kamu jumpai di sana?
Tapi sekali lagi, meski sambil mengernyit dan mengomel, kamu menuruti perintah tuanmu. Dan ya, kali ini rumah tuanmu terisi penuh… semua orang makan sampai kenyang (bahkan sampai membungkus makanan untuk dibawa pulang!), masih tidak percaya akan rejeki nomplok yang menimpa mereka hari ini.
Di tengah pesta, tuanmu menghampirimu. Ia menepuk bahumu, lalu berkata, “Thank you for let me use you. Because of you, others are here today.”
Ketika melihat senyum di wajah tuanmu… kamu sadar, ia bisa saja menyuruh hamba lain untuk mengundang orang-orang miskin tadi, tapi ia memilihmu. Ia orang kaya yang berkuasa, ia bisa tetap mengundang siapapun hanya dengan menggunakan nama besarnya, tapi ia memberimu kesempatan untuk ikut terlibat.
Akun @Jahja_Gani yang saya follow di Twitter pernah menulis tweet ini: God’s perfect plan will always prevail. But isn’t it so sweet when He allows us to be a part of it?
Tuhan bisa memakai orang lain yang lebih cantik, ganteng, kaya, atau pintar darimu untuk memberitakan kabar keselamatan. Ia bisa mengirim malaikat-Nya untuk memberitakan kabar sukacita, seperti yang Ia lakukan dua ribu tahun lalu, ketika mengirim malaikat untuk memberitakan kabar kelahiran Yesus pada para gembala di padang. Ia bisa menggunakan air bah, tsunami, angin topan, segala elemen alam (bahkan ikan besar untuk menelan Yunus!) untuk membuat orang bertobat dan kembali kepada-Nya. Tapi ia… memilihmu.
Kamu mungkin memberontak ketika melihat temanmu yang paling menyebalkan di sekolah bertingkah, dan Roh Kudus menyuruhmu untuk mendekatinya, menraktirnya makan, dan mengajaknya ke gereja.
Kamu mungkin berkata dalam hati, “yang bener aja, Tuhan!” ketika seorang waria berdandan menor berjalan melintasimu (dibarengi suitan nakal para orang usil), dan Tuhan berbisik dalam hatimu untuk mendoakannya.
But you do it anyway. Kamu tetap melakukannya. Kamu memilih untuk taat, meski sambil mengomel, menggerundel, dan nggak habis pikir. Kamu mengundang orang-orang “terbuang” itu ke rumah Tuhanmu, mengenalkannya pada Tuhanmu, mengajak mereka ikut merasakan kebaikan-Nya, yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan seumur hidup mereka.
And we all know, it will be worth it in the end. When you arrive in heaven, You will hear Christ says to you, “Thank you for let me use you. Because of you, others are here today.”
Amen :)
Anyway, tahun ini sub tema gereja saya di sini adalah “go out” alias pergi menjangkau orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Bukan sekedar menambah kuantitas jemaat, tapi yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas jemaatnya. Ini membuat saya teringat apa yang disampaikan teolog Jerman, Dietrich Bonhoeffer:
And I once read somewhere, that the true meaning of Christianity is discipleship. Begitu pentingnya pemuridan atau pengabaran Injil ini, sehingga saat Yesus datang untuk kedua kalinya nanti, Ia nggak akan bertanya berapa banyak perusahaan yang kita miliki, seberapa besar rumah yang sudah kita bangun, atau jumlah mobil mewah yang kita koleksi. Ia hanya akan bertanya, “Adakah Kudapati iman di bumi?” (Lukas 18:8) Seberapa banyak orang yang telah kamu perkenalkan kepada-Nya?
Waktu doa malam di gereja minggu lalu, saya diingatkan oleh bacaan di dalam Lukas 14:16-24 ini:
14:16 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang.
14:17 Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap.
14:18 Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan.
14:19 Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan.
14:20 Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang.
14:21 Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh.
14:22 Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, tetapi sekalipun demikian masih ada tempat.
14:23 Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.
14:24 Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku."
Siapa tokoh utama yang muncul dalam perjamuan ini? The man who was preparing the great banquet, you may say. Tapi kemarin saya dibawa untuk lebih mengenal satu tokoh lagi dalam bacaan ini: si hamba.
Coba tempatkan dirimu dalam posisi si hamba. Kamu hamba orang kaya, kamu sudah terbiasa dikirim oleh majikanmu ke rumah koleganya (yang tentunya sesama orang kaya) untuk mengundang mereka datang ke pesta yang diadakan oleh tuanmu. Terbiasa datang ke rumah-rumah gedongan untuk mengundang orang kaya, ada kebanggaan tersendiri yang menyelip di hatimu.
Tapi kali ini, para kolega tuanmu itu tak bisa datang ke pesta, dan tuanmu (yang murka akan hal itu), menyuruhmu pergi ke segala jalan dan lorong kota untuk mengundang orang miskin, orang cacat, orang buta, dan lumpuh, agar datang ke pestanya.
Harga dirimu terusik. Kamu, yang biasa bertemu dengan orang-orang kaya dengan pakaian dan tas rancangan desainer, mereka yang mungkin dari radius seratus meter saja kamu sudah bisa kamu cium wangi semerbak parfumnya, kini harus ke kolong jembatan yang gelap dan kotor, mengundang para gelandangan dan gembel yang baunya sudah nggak keruan karena hanya Tuhan saja yang tahu kapan terakhir mereka mandi.
Apakah tuanmu sudah gila?
Tapi, meskipun menggerundel (mungkin sambil menutup hidung juga), kamu toh pergi juga ke kolong jembatan dan perkampungan kumuh untuk mengundang orang-orang itu, seperti perintah tuanmu.
"Parable of the Great Supper" by Harold Copping |
Ketika para orang miskin itu, orang cacat dengan tongkat bikinannya sendiri yang sudah butut, kakek buta yang dituntun oleh seorang anak kecil berpakaian compang-camping, dan seluruh penduduk perkampungan kumuh berduyun-duyun memasuki rumah megah tuanmu dengan takjub, kamu mungkin membatin dalam hati, berapa banyak Domestos Nomos (bukan iklan berbayar :p) yang harus kamu habiskan untuk mengepel lantai rumah dan membasmi semua kuman dan noda lumpur yang dibawa oleh telapak-telapak kaki itu dari beceknya kolong jembatan ke lantai marmer mengilap rumah tuanmu.
Seakan semua itu belum cukup, ketika melihat makanan masih berlimpah meski semua tamu dekil itu sudah makan sampai nggak kuat makan lagi, tuanmu menyuruhmu pergi ke semua perempatan jalan untuk mengundang anak jalanan, mas-mas tengil yang biasa mengamen dengan kecrekan dan suara falsnya, dan pengemis-pengemis yang selalu berkeliling menadahkan tangannya ke mobil-mobil saat lampu lalu lintas berganti merah.
Kamu menghela napas. Tidakkah tuanmu berpikir, bahwa kamu mungkin saja dipalak oleh para preman jalanan ketika pergi ke perempatan jalan dan mengundang orang-orang itu? Kenapa tuanmu tidak merasa cukup dengan semua orang miskin-cacat-buta-lumpuh ini, dan masih harus mengundang anak jalanan, pengamen, pengemis, dan para preman… siapapun yang kamu jumpai di sana?
Tapi sekali lagi, meski sambil mengernyit dan mengomel, kamu menuruti perintah tuanmu. Dan ya, kali ini rumah tuanmu terisi penuh… semua orang makan sampai kenyang (bahkan sampai membungkus makanan untuk dibawa pulang!), masih tidak percaya akan rejeki nomplok yang menimpa mereka hari ini.
Di tengah pesta, tuanmu menghampirimu. Ia menepuk bahumu, lalu berkata, “Thank you for let me use you. Because of you, others are here today.”
Ketika melihat senyum di wajah tuanmu… kamu sadar, ia bisa saja menyuruh hamba lain untuk mengundang orang-orang miskin tadi, tapi ia memilihmu. Ia orang kaya yang berkuasa, ia bisa tetap mengundang siapapun hanya dengan menggunakan nama besarnya, tapi ia memberimu kesempatan untuk ikut terlibat.
Akun @Jahja_Gani yang saya follow di Twitter pernah menulis tweet ini: God’s perfect plan will always prevail. But isn’t it so sweet when He allows us to be a part of it?
Tuhan bisa memakai orang lain yang lebih cantik, ganteng, kaya, atau pintar darimu untuk memberitakan kabar keselamatan. Ia bisa mengirim malaikat-Nya untuk memberitakan kabar sukacita, seperti yang Ia lakukan dua ribu tahun lalu, ketika mengirim malaikat untuk memberitakan kabar kelahiran Yesus pada para gembala di padang. Ia bisa menggunakan air bah, tsunami, angin topan, segala elemen alam (bahkan ikan besar untuk menelan Yunus!) untuk membuat orang bertobat dan kembali kepada-Nya. Tapi ia… memilihmu.
Kamu mungkin memberontak ketika melihat temanmu yang paling menyebalkan di sekolah bertingkah, dan Roh Kudus menyuruhmu untuk mendekatinya, menraktirnya makan, dan mengajaknya ke gereja.
Kamu mungkin berkata dalam hati, “yang bener aja, Tuhan!” ketika seorang waria berdandan menor berjalan melintasimu (dibarengi suitan nakal para orang usil), dan Tuhan berbisik dalam hatimu untuk mendoakannya.
But you do it anyway. Kamu tetap melakukannya. Kamu memilih untuk taat, meski sambil mengomel, menggerundel, dan nggak habis pikir. Kamu mengundang orang-orang “terbuang” itu ke rumah Tuhanmu, mengenalkannya pada Tuhanmu, mengajak mereka ikut merasakan kebaikan-Nya, yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan seumur hidup mereka.
And we all know, it will be worth it in the end. When you arrive in heaven, You will hear Christ says to you, “Thank you for let me use you. Because of you, others are here today.”
Amen :)
Comments