Saya adalah satu dari banyak orang yang sering memandang sebelah mata pada sepakbola Indonesia.
Prestasi yang sangat jarang (malah kadang lebih banyak ricuh dan rusuhnya), membuat saya sering mencibir cabang olahraga yang konon paling populer di dunia ini. Malah, sebagai seorang pecinta bulutangkis, saya seringkali berkomentar, “Udahlah, orang Indonesia nggak usah main sepakbola, main bulutangkis aja! Duit PSSI pindahin semua aja ke PBSI.”
Hehehe.
Tapi kini, tepatnya sejak AFF Suzuki Cup 2010 dimulai, saya terpaksa menelan semua kata-kata saya dan tertunduk malu.
Tim nasional sepakbola Indonesia, ternyata sanggup membuat saya, dan 220 juta penduduk Indonesia lainnya, bangga dengan prestasi mereka di AFF ini. Menggilas Malaysia 5-1, menguleg Laos 6-0, mengalahkan Thailand 2-1, dan Filipina dengan agregat 2-0 di semifinal, tentulah hasil yang membuat siapapun yang dulu pernah mencemooh, menjadi bungkam.
Bahkan, saat 1st leg final melawan Malaysia tanggal 26 lalu, saya sangat marah ketika pertandingan belum berakhir, dan salah satu orang yang menonton bersama saya mengatakan, “Sudah, pasti kalah… Pasti kalah…”
Aneh, perasaan geram seperti itu biasanya hanya muncul ketika ada yang mengatakan hal semacam itu saat saya tengah menonton pemain Indonesia berlaga di arena bulutangkis. Seringnya, justru SAYA lah yang mengatakan hal itu jika timnas sepakbola Indonesia bermain.
Tapi semalam, ketika Indonesia menang 2-1 dari Malaysia, meski tidak menjadi juara Piala AFF karena secara agregat kalah 2-4, saya hampir menitikkan air mata. Saya sangat terharu, tim yang saya pernah hina ternyata, mengutip sebuah tweet di timeline saya, bisa membuat ratusan juta penduduk Indonesia bersatu. Bahkan, penggemar beberapa klub sepakbola besar, seperti Bonek Persebaya, Aremania, dan The Jakmania menjadi akur, melebur, melepaskan kaus hijau, ungu, dan oranye kebanggaan mereka, dan menggantinya dengan kaus merah bertuliskan INDONESIA.
IND-ONE-SIA.
So, I’m sorry, Garuda.
Maaf, karena saya pernah meremehkanmu.
Maaf, karena saya tak pernah berpikir, bahwa Garuda pun mungkin harus belajar mengepakkan sayapnya, dan jatuh berkali-kali, sebelum ia mampu terbang tinggi.
Pertandingan 2nd leg final semalam adalah pertandingan terbaik yang pernah dilakoni Indonesia. Semua pemain terus menyerang, pantang menyerah. Kita menang, walau belum juara.
Already a winner, not yet a champion.
But, I’m sure, we are a champion in training.
Terima kasih banyak, Alfred Riedl. Terima kasih banyak, timnas. We are proud of you!
PS: Sayang, ada noda di balik prestasi membanggakan ini. Selain para pemain timnas kita yang pantang menyerah memborbardir gawang lawan, kita punya Ketua PSSI yang juga “pantang menyerah” untuk tetap bertahan di singgasananya. Oalah, Pak, Pak... sudah nggak diakui FIFA, sudah diteriaki ratusan juta rakyat Indonesia, kok masih nggak punya malu juga? :p
PSS: pic taken from here
Prestasi yang sangat jarang (malah kadang lebih banyak ricuh dan rusuhnya), membuat saya sering mencibir cabang olahraga yang konon paling populer di dunia ini. Malah, sebagai seorang pecinta bulutangkis, saya seringkali berkomentar, “Udahlah, orang Indonesia nggak usah main sepakbola, main bulutangkis aja! Duit PSSI pindahin semua aja ke PBSI.”
Hehehe.
Tapi kini, tepatnya sejak AFF Suzuki Cup 2010 dimulai, saya terpaksa menelan semua kata-kata saya dan tertunduk malu.
Tim nasional sepakbola Indonesia, ternyata sanggup membuat saya, dan 220 juta penduduk Indonesia lainnya, bangga dengan prestasi mereka di AFF ini. Menggilas Malaysia 5-1, menguleg Laos 6-0, mengalahkan Thailand 2-1, dan Filipina dengan agregat 2-0 di semifinal, tentulah hasil yang membuat siapapun yang dulu pernah mencemooh, menjadi bungkam.
Bahkan, saat 1st leg final melawan Malaysia tanggal 26 lalu, saya sangat marah ketika pertandingan belum berakhir, dan salah satu orang yang menonton bersama saya mengatakan, “Sudah, pasti kalah… Pasti kalah…”
Aneh, perasaan geram seperti itu biasanya hanya muncul ketika ada yang mengatakan hal semacam itu saat saya tengah menonton pemain Indonesia berlaga di arena bulutangkis. Seringnya, justru SAYA lah yang mengatakan hal itu jika timnas sepakbola Indonesia bermain.
Tapi semalam, ketika Indonesia menang 2-1 dari Malaysia, meski tidak menjadi juara Piala AFF karena secara agregat kalah 2-4, saya hampir menitikkan air mata. Saya sangat terharu, tim yang saya pernah hina ternyata, mengutip sebuah tweet di timeline saya, bisa membuat ratusan juta penduduk Indonesia bersatu. Bahkan, penggemar beberapa klub sepakbola besar, seperti Bonek Persebaya, Aremania, dan The Jakmania menjadi akur, melebur, melepaskan kaus hijau, ungu, dan oranye kebanggaan mereka, dan menggantinya dengan kaus merah bertuliskan INDONESIA.
IND-ONE-SIA.
So, I’m sorry, Garuda.
Maaf, karena saya pernah meremehkanmu.
Maaf, karena saya tak pernah berpikir, bahwa Garuda pun mungkin harus belajar mengepakkan sayapnya, dan jatuh berkali-kali, sebelum ia mampu terbang tinggi.
Pertandingan 2nd leg final semalam adalah pertandingan terbaik yang pernah dilakoni Indonesia. Semua pemain terus menyerang, pantang menyerah. Kita menang, walau belum juara.
Already a winner, not yet a champion.
But, I’m sure, we are a champion in training.
Terima kasih banyak, Alfred Riedl. Terima kasih banyak, timnas. We are proud of you!
PS: Sayang, ada noda di balik prestasi membanggakan ini. Selain para pemain timnas kita yang pantang menyerah memborbardir gawang lawan, kita punya Ketua PSSI yang juga “pantang menyerah” untuk tetap bertahan di singgasananya. Oalah, Pak, Pak... sudah nggak diakui FIFA, sudah diteriaki ratusan juta rakyat Indonesia, kok masih nggak punya malu juga? :p
PSS: pic taken from here
Comments
They deserve our love, unity and pride.
I love you timnas :D
*peluk Bepe, cium Firman* *lho?
oia,btw ak gnti blog.Hhihi..
yg 'ilaltawakal.blogspot.com' ud gag d pke lg.
yg skrng 'deevilzz.blogspot.com' :)
@kak anas: iiih kakak, kesempatan ya, peluk-cium..
@ilal: wekawekaweka, that's the point, baca postingan harus bisa menaik-turunkan emosi orang :p oke, nanti aku ganti ya linknya :)